Jumat, 28 Februari 2020

ARJUNA DALAM EPOS MAHABHARATA 5 By Sri Guritno-Purnomo Soimun HP

Blog Sita: "Sastra Nusantara"
Jumat, 28 Febuari 2020-21.48 WIB

Duryudana
I.             ARJUNA MELAKSANAKAN PERINTAH YUDHISTIRA
Sita
Duryudana selalu ingat ketika mendapat malu di kraton Indraprasta dan merasa iri hati kepada Yudhistira yang telah mempunyai istana yang sedemikian indahnya. Hal ini telah menambah kebencian Kurawa kepada Pandhawa sehingga, walaupun segala tipu muslihat untuk membinasakan para Pandhawa selalu gagal, tetapi Duryudana terus saja berupaya dengan segala macam cara. Sakuni yang kecerdikannya selalu disiapkan untuk menghasut keangkaramurkaan para Kurawa, pada akhirnya menemukan cara jitu untuk mencelakakan para Pandhawa, yaitu dengan mengajak para Pandhawa bermain dadu. Permainan ini telah menyebabkan para Pandhawa harus menyerahkan negara seisinya kepada para Kurawa. Bahkan para Pandhawaa dan Dewi Drupadi harus menjalani sebagai orang buangan di hutan selama dua belas tahun. Di samping itu, mereka juga harus menyamar sebagai rakyat jelata selama satu tahun, tanpa diketahui para Kurawa. Jika penyamarannya itu dapat diketahui, mereka harus menjalani sebagai orang buangan lagi dalam waktu yang sama. Kesemuanya ini merupakan konsekwensi dari kekalahan para Pandhawa dalam bermain dadu dengan para Pandhawa.

Berita tentang Pandhawa yang harus menjalani hukuman hidup di hutan Kamyaka selama dua belas tahun, telah didengar oleh para kerabatnya. Oleh karena itu, mereka segera mengunjunginya. Begitu pula dengan Kresna, Dewi Subadra dan putranya Abimanyu, Setyaki, Drestadyumna, para putra Drupadi, dan Drestaketu raja negeri Cedi. Setelah mereka saling melepaskan kerinduan, bersabdalah Kresna dengan murkanya,

“Bumi akan menghisap darah Duryudana, Karna, Dursasana, dan Sakuni. Setelah para Kurawa dan sekutunya hancur lebur, saya akan menobatkan dinda Yudhistira sebagai raja Astina. Orang jahat seperti mereka sudah sepantasnya dibasmi dari muka bumi ini”.

Setelah berkata demikian Kresna bangkit dari tempat duduknya hendak menghajar para Kurwa. Namun demikian, Arjuna berhasil meredam kemarahan kakak iparnya itu sehingga Kresna kembali duduk di tempat semula.

Ketika Subadra memandang suaminya dalam keadaan kurus kering dan hidupnya sangat sengsara hatinya menjadi remuk redam, air matanya menetes membasahi pipi. Arjuna pun menatap istrinya dengan perasaan haru, ia mendekati Subadra dan memangku putranya Abimanyu yang masih kecil, diusap-usap kepalanya, dicium dan dikecup-kecup ubun-ubunnya, kemudian berkata kepada Subadra,

“Dinda Subadra, janganlah menangis. Ketahuilah! Tangismu itu hanya akan menambah beban penderitaanku. Percayalah, walaupun hidupku sengsara tetapi jiwaku tetap sehat. Dan ketahuilah istriku! Kesengsaraan yang aku alami ini dapat menjadi tapa brataku dan dapat mempertebal semangatku untuk memperjuangkan keadilan dan hak. Untuk itu berdoalah selalu untukku agar kita segera dapat berkumpul lagi. Selama para Pandhawa menjalani hidup di hutan, aku selalu memohon kepada dewa agar putraku kelak bisa mendapatkan kemuliaan. Pesanku kepada dinda, pimpinlah putraku baik-baik agar menjadi kesatria utama”. Selanjutnya Arjuna lalu menitipkan anak dan istrinya kepada Bethara Kresna.

Cukup lama para kerabat melepas kerinduan kepada para Pandawa, selanjutnya mereka mohon diri untuk kembali ke negaranya masing-masing. Hanya para brahmana saja yang masih setia di hutan dengan para Pandhawa, bahkan mereka tidak mau berpisah.

Tidak sampai berganti bulan setelah kedatangan para kerabat, sang Maharsi Wiyasa yang telah mengenakan pakaian kebesaran dewa juga datang ke hutan Kamyaka. Begitu melihat Maharsi tua itu, para Pandhawa segera bersujud di kaki Maharsi Wiyasa lalu duduk bersila di hadapannya. Setelah saling melepaskan kerinduan, sang Maharsi lalu membisikkan ilmu gaib kepada Yudhistira, kemudian menghilang dari pandangan cucu-cucunya. Setelah kepergian Maharsi Wiyasa, Yudhistira menatapdalam-dalam tingkah laku Arjuna sang panengah Pandhawa, berbeda dengan kebiasaan yang dilakukannya.

Pada suatu hari, Yudhistira dengan perasaan tidak menentu berkenan memanggil Arjuna sendirian. Setelah mengheningkan pikirannya, Yudhistira memberi perintah kepada Arjuna dengan sikap hati-hati. berkatalah Yudhistira kepada Arjuna,

“Wahai dinda  Arjuna saudaraku. Ketahuilah dinda! Masalah kesaktian dalam berperang, kepandaian dan kesiapan tipu muslihat berperang, kecekatan, dalam menggunakan senjata, serta keterampilan melepaskan senjata kadewatan, yang mampu melaksanakan dengan baik adalah kakek Bisma, guru Drona, Haswatama, dan resi Krepa. Sedangkan kesaktian Karna dalam medan pertempuran juga tidak mudah dikalahkan, mereka sangat dijunjung-junjung dan sangat disayang oleh para Destarastraputra,Kurawa. Kelak, jika telah sampai pada waktunya, mereka yang semuanya mempunyai kesaktian yang tidak diragukan lagi itu diharapkan dapat membela para Kurawa. Untuk itu, walaupun saya percaya terhadap kekuatan kakakmu Bima, dan keterampilanmu menggunakan senjata panah, sampai dapat melepaskan lima puluh panah sekali rentangan, tetapi jika untuk menghadapi kesaktian para prajurit yang tinggi ilmunya seperti yang sudah kanda katakan, tampaknya masih belum mampu menandingi. Padahal yang bisa kakanda handalkan untuk menghadapi mereka hanya kamu dan saudaratuamu, Bima. Jadi sebenarnya dinda mempunyai tanggung jawab yang lebih berat”.  Yudhistira menarik napas. Sejenak kemudian ia melanjutkan kata-katanya,

“ketahuilah saudaraku! Kedatangan eyang Abyasa tadi keperluannya adalah memberi anugerah berupa mantra ilmu gaib kepadaku. Jika mantra tersebut dirapal kita dapat melihat semua mahkluk haluss dan dapat mengetahui terhadap sesuatu yang samar-samar, dan juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendapatkan anugerah dari dewa. Mantra ini nantinya akan kanda serahkan kepadamu dinda Arjuna. Selanjutnya, segeralah kau mengenakan pakaian keprajuritan, berangkatlah bersemedi di gunung Himawat, menghadaplah kepada Bhatara Surapati (Indra) dan mintalah semua senjata yang ada di Suralaya tempatnya para dewa. Ketahuilah dinda Arjuna! Semua senjata Suralaya itu yang menguasai hanyalah Bathara Indra. Agar kamu dapat segera bertemu dengan sang Bathara, lebih baik berangkatlah sekarang juga”.  Yudhistira kembali menarik napas lalu melanjutkan pesannya,

“Oh, ya Arjuna adikku, ketahuilah! Kamu diwajibkan melindungi semua saudaramu. Dengan rasa prihatin, kanda terpaksa memberi perintah ini kepadamu. Kanda hanya bisa mendoakan agar perjalanananmu untuk bersemedi di gunung Himawat tiada mengalami rintangan dan membawa hasil”.

Setelah Yudhistira selesai memberi perintah kepada Arjuna, lalu Arjuna sang panengah Pandhawa itu bersujud di kaki kakaknya Yudhistira lalu membersihkan diri di sungai Jahnawi, yang airnya dianggap suci oleh para pertapa. Selesai membersihkan diri, Arjuna kembali menghadap Yudhistira untuk menerima wejangan mantra yang telah dianugerahkan dari kakeknya. Selanjutnya, Arjuna kembali bersujudd di kaki Yudhistira dan segera mengenakan pakaian keprajuritan. Kemudian berpamitan kepada semua saudaranya dan Drupadi. Para Brahmana, sahabat para Pandhawa, semuanya dimintai restu. Setelah demikian, sang Arjuna berdiri tegap seraya menahan napas, di benaknya memohon perlindungan kepada Yang Maha Kuasa dan segera melangkahkan kakinya untuk melaksanakan perintah kakaknya Yudhistir

—KSP 42—
Jumat, 28 Februari 2020 – 21. 57 WIB
R E F E R E N S I :
Sri Guritno – Purnomo Soimun HP,
KARAKTER TOKOH PEWAYANGAN MAHABHARATA
Proyek Pemanfaatan Kebudayaan
Direktorat Pemanfaatan Kebudayaan
Direktorat dan Tradisi dan Kepercayaan
Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembanga Budaya
Badan Pengembangan Budaya dan Pariwisata - Jakarta 2002
 


Kamis, 27 Februari 2020

ARJUNA DALAM EPOS MAHABHARATA 4 BY Sri Guritno - Purnomo Soimun HP

Blog Sta : "Sastra Nusantara"
Jumat, 28 Febuari 2020-08.45 WIB

 
Arjuna  
 
Kresna
H.          MEMBAKAR HUTAN KANDAWA
Sita
 Pada suatu hari Arjuna dan Kresna pergi bertamasya ke sungai Jamuna. Di temi sungai tersebut, mereka berdua duduk-duduk mengobrol sambil menikmati keindahan panorama di sungai tersebut. ketika keduanya sedang asyik-asyiknya mengobrol, datanglah Hyang Agni dewa api dengan menyamar sebagai seorang brahmana. Setelah berbasa-basi sejenak, brahmana itu memohon pertolongan kepada Arjuna dan Kresna untuk membantu membakar hutan Kandawa yang dilindungi oleh Bathara Indra. Hal ini karena Hyang Agni ingin mengambil latamausadi, sejenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di hutan tersebut. Hyang Agni juga menerangkan bahwa dirinya telah mendapat petunjuk dari Bathara Brahma agar meminta pertolongan kepada sang Nara dan sang Narayana yang telah menjelma kepada Arjuna dan Kresna.

Arjuna dan Kresna menyanggupinya sehingga mereka segera berangkat ke hutan kandawa, dengan diiringi oleh Hyang Agni. Setelah sampai di tempat tujuan, Hyang Agni segera membakar hutan kandawa tersebut. sementara itu Arjuna dan Kresna mulai beraksi dengan senjata saktinya. Mereka mulai membunuh binatang-binatang yang mencoba akan memadamkan kobaran api. Bahkan binatang-binatang yang lari tunggang langgang hendak menyelamatkan diri pun menjadi sasaran senjata sakti milik Arjuna dan Kresna.

Dengan dilindungi oleh Arjuna dan Kresna, Hyang Agni membakar habis hutan tersebut dalam tempo setengah bulan penuh. Konon, hanya ada enam penghuni hutan yang selamat dari keganasan senjata Arjuna dan Kresna, di antaranya Aswasena, raksasa Maya, dan empat ekor burung yang dikenal dengan nama Sarngaka. Oleh karena Arjuna dan Kresna telah banyak menolong dan membantu Hyang Agni, maka berkatalah Hyang Agni,

“Kalian telah berbuat banyak untuk menolong dan membantu kepentinganku yang tak bisa dilakukan oleh seorang dewa sekalipun, karena itu mintalah hadiah kepadaku”. Kata Hyang Agni. Maka Arjuna pun menjawab,

“Berilah kami semua senjata yang dipunyai oleh Bathara Indra”. Permintaan itu disanggupi oleh Hyang Agni seraya berkata,

“Kalianlah harimau di antara manusia. Ke mana pun kalian pergi, kalian akan seperti harimau”. Setelah berkata demikian Hyang Agni pun menghilang dari pandangan mata Arjuna dan Kresna.

Arjuna dan Kresna lalu mengajak raksasa Maya berkelana untuk sementara waktu, sebelum akhirnya berhenti di sungai Jamuna yang sejuk itu. Selagi Arjuna, Kresna dan Maya beristirahat, Maya membungkukkan badannya di hadapan seraya berkata,

“Tuanku Arjuna, karena tuan telah menyelamatkan hamba dari amukan api yang mengerikan itu, maka katakanlah kepada hamba, apa yang tuan inginkan dari hamba?”

“Sudahlah Maya, jangan kau pikirkan semuanya itu, tetapi ingat, bersikap ramahlah terhadap semua orang,” jawab Arjuna.

“Tuanku Arjuna, katakanlah sekali lagi apa yang tuanku inginkan. Hamba ini tukang yang sangat ahli. Maka dari itu perintahkan apa saja terhadap hamba”. Desaka Maya.

“Ketahuilah Maya! Pertanyaanmu bahwa aku telah menyelamatkanmu sudah cukup bagiku, aku tidak menginginkan apapun darimu. Namun jika kamu mendesakku, baiklah, tanyakanlah kepada kanda Kresna,”  Arjuna mengulang lagi pernyataannya.

Kresna tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia menghampiri raksasa Maya seraya berkata,

“Baiklah Maya, bangunlah sebuah itana di Indraprasta yang indah dan luas. Begitu indahnya istana itu sehingga di muka bumi tidak ada yang menyamai keindahannya!”

Tanpa membuang-buang waktu lagi, raksasa Maya segera melaksanakan keinginan Kresna. Setelah empat belas bulan lamanya, berdirilah sebuah istana yang kemegahan dan keindahannya tidak ada duanya, bahkan tidak kalah indahnya dengan istana dewa sekalipun.

Untuk merayakan penyerahan istana tersebut, Kresna menganjurkan kepada para Pandhawa agar terlebih dahulu menaklukkan negeri-negeri tetangga yang sering menjajah negeri-negeri lain. Para Pandhawa dapat menerima anjuran Kresna. Karena itu mereka lalu berbagi tugas, Bima menaklukan negeri-negeri yang berada di sebelahTimur, Arjuna menaklukkan negeri-negeri yang ada di sebelah Utara, Nakula menaklukkan neger-negeri yang ada di sebelah Barat, dan Sadewa menaklukkan negeri-negeri yang ada di sebelah Selatan. Setelah semuanya berhasil menaklukkan negeri-negeri, para Pandhawa lalu mengadakan selamatan untuk memuliakan kraton Indraprasta. Ketika itu banyak raja dari berbagai negeri yang hadir, termasuk Kurawa.

Setelah perjamuan berakhir, para pulang ke negerinya masing-masing, kecuali Duryudana dang Sakuni. Mereka sangat takjub dengan keindahan kraton Indraprasta yang jauh lebih indah daripada kraton Astina, sehingga membuat mereka merasa iri hati.

Selama Duryudana melihat keindahan kraton Indraprasta, dirinya sering mendapat malu karena perilakunya sendiri. Misalnya, ketika ia melihat lantai yang berkilauan disangkanya sebuah kolam. Namun, ketika ia melihat kolam benaran disangknya lantai yang berkilauan sehingga ketika berjalan ia jatuh ke dalam kolam sampai basah kuyub. Namun Arjuna dan Bima yang mendampinginya segera menghiburnya agar tidak merasa malu. Setelah cukup lama mereka melihat-lihat, Duryudana dan Sakuni mhon diri kembali ke Astina dengan perasaan malu yang 

 —KSP 42—
Kamis, 27 Februari 2020 – 11. 30 WIB
R E F E R E N S I :
Sri Guritno – Purnomo Soimun HP,
KARAKTER TOKOH PEWAYANGAN MAHABHARATA
Proyek Pemanfaatan Kebudayaan
Direktorat Pemanfaatan Kebudayaan
Direktorat dan Tradisi dan Kepercayaan
Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembanga Budaya
Badan Pengembangan Budaya dan Pariwisata - Jakarta 2002