Sabtu, 31 Oktober 2015

ILMU SIASAT PERANG DALAM KAKAWIN BHARATA-YUDHA 2 Oleh : Pro. Dr. R.M. Sucipto Wirjosuparto




Berikut adalah beberapa contoh susunan tentara dalam perang Bharata-Yudha antara Pandawa melawan Kurawa :
Gambar A. Wajratiksnna Wyǔha dan Wukir Sagara Wyǔha

Wajratikshna & Wukir Sagara Wyuha

Keterangan gambar A. :

Keluarga Pandawa menggunakan siasat perang  ‘Wajratiksnna wyuha’ dengan susunan tentara sebagai berikut :

1.       Bhima (ujung depan).  2. Srikandi (ujung depan).  3. Arjuna (ujung depan).  4. Yudhistira (tengah).  5. Kresna (tengah).  6. Sweta (garis belakang).  7. Sangka (garis belakang).  8. Uttara (garis belang).  9. Setyaki (garis belakang).  10. Drestajumena (garis belakang sayap kanan.

I.        Sedangkan dari barisan Kurawa terdiri dari gajah dan kuda yang menyerupai karang laut (bukit)
yang kompak, sedangkan II. Terdiri dari pasukan darat yang secarabergelombang menuju ke depan.

Dari kedua susunan tentara yang dimiliki oleh keluarga Pandawa dan Kurawa itu dapat diketahui, bahwa kedua-duanya memiliki tenaga ofensif yang kuat.  Dalam kaitan ini dapat dikatakan, bahwa dalam kitab Bhismaparwa yang berbahasa Jawa kuno itu, susunan tentara keluarga Pandawa itu berlainan dengan apa yang disebutkan dalam kakawin Bhârata-Yudha.  Kecuali nama wyǔhanya tidaklah disebutkan.  Jika ditinjau dari sudut akulturasi Mpu Sêddah yang menciptakan kakawin ini mempunyai daya cipta sendiri dan tidak menjiplak begitu saja yang disebutkan dalam kitab Mahabhârata dalam bahasa Jawa kuno (saduran dari kitab Mahâbhârata dalam bahasa Sangsekerta) yang dijadikan dasar penyusunan cerita kakawin Bhârata-Yuddha tersebut.

Seperti diketahui, dalam permulaan perang itu barisan Pandawa menderita kekalahan besar, ialah dengan terbunuhnya Sweta yang menjadi panglima dan dua orang adiknya Sangka dan Uttara, sedangkan di pihak Kurawa adalah Rukmaratha anak dari raja Salya.  Oleh karena dengan adanya susunan tentara ‘wajratikshnna’ itu keluarga Pandawa menderita kekalahan.  Menurut Pupuh XII 5-7 dikatakan, bahwa setelah Drestajumena diangkat menjadi panglima, susunan tentara Pandawa diganti menjadi ‘Garuda wyǔha dan menurut Pupuh XII 8 diimbangi oleh tentara Kurawa.  Susunan tentara kedua pihak itu lebih tenang sifatnya, karena titik beratnya terlrtak pada aspek defensif, setelah terbukti bahwa dengan susunan tentara yang masing-masing berbentuk wukir sagara dan wajratikshnna itu yang bersifat ofensif keduannya menderita kekalahan dan kerugian besar.

Susunan tentara garudda wyuha menitik beratkan siasatnya untuk menjaga keselamatan dari induk barisan dan keselamatan ini dijamin oleh pemusatan kekuatan di masing-masing lambung.  Dengan adanya jaminan dari kedua lambung itu barisan induk dengan tenang dapat mengadakan ofesif atau penyerangan dengan dibantu dan dilindungi oleh masing-masing lambung.

Gambar B.  Garuda Wyuha
Garuda Wyuha















Keterangan gambar B

     Keluarga Pandawa :

1.       Drupada (kepala).  2. Arjuna (paruh).  3. Yudhistira (punggung).  4. Raja-raja termasuk Nakula dan Sadewa (punggung).  5. Bhima (lambung kiri).  6. Drestajumena (lambung kanan).  7. Setyaki (ekor).

     Keluarga Kurawa :

I.        Sangkuni (kepala),  II. (Salya),  (paruh),  III. Suyudana (punggung),  IV. Bhisma (lambung kiri),  V. Dorna (lambung kana),  VI. Dursasana (ekor).

       Dengan mempergunakan susunan tentara yang serba tenang untuk menjaga jangan sampai banyak menderita kerugian, tentara Kurawa juga menderita kerugian besar dengan terbunuhnya panglima Bhisma, karena sebagai pemimpin yang diserahi pertahanan di lambung kiri kecuali menyerang, juga menjaga keamanan raja Suyudana yang ada di barisan induk.  Dari tempat yang aman ini raja Suyudana menempati posisi yang strategis, karena dapat melihat seluruh gerakan tentara Kurawa yang sedang bertempur.

        Setelah Bhisma gugur dalam medan pertempuran, kedudukannya diganti oleh Dorna yang menjadi panglima tentara Kurawa ;  ia memilih susunan tentara gajamatta, seperti yang disebutkan dalam Pupuh XIII 13.  Sebaliknya tentara Pandawa, seperti yang disebutkan dalam Pupuh XIII 13 itu juga memilih susunan tentara gajamatta sama seperti yang digunakan oleh susunan tentara Kurawa.  Hal ini berbeda dengan dalam karangan J. Kats yang uraian tulisannya atas dasar kitab ‘Serat Bratayuda’, tentara Pandawa tetap mempertahankan susunan tentara garuda wyuha.

Gambar C.  Gajamatta Wyǔha
Gajamatta Wyuha

Keterangan Gambar C.

        Keluarga Kurawa :
I.        Bhagadatta (belalai),   II. Karna (gading),   III. Jayadrata (gading), 

        Keluarga Pandawa :
1.       Arjuna (gading)

Dari pertempuran kedua pihak yang masing-masing mempergunakan susunan tentara berbentuk gajamatta wyuha itu, dari pihak Kurawa dapat diketahui susunannya dengan jelas, karena disebutkan  dalam kakawin Bhârata-Yudha, akan tetapi sebaliknya kakawin Bhârata-Yudha hanya menyebutkannya dengan samar-samar.  Yang disebutkan dalam Pupuh XIII  15, hanya Arjuna.  Di dalam pertempuran itu, pihak Kurawa mengalami kerugian, karena Bhagadatta gugur sebagai akibat serangan Arjuna.  Tentara Kurawa sesungguhnya akan mengalami kerugian lebih besar lagi, jika hari tidak menkadi malam.  Dengan datangnya malam itu peperangan harus dihentikan.

Pada waktu pagi di hari berikutnya, Dorna telah mendengar dari Yudhistira sendiri, bahwa ia dapat dibinasakan jika dirinya ditinggalkan oleh Bhima dan Arjuna, seperti yang disebutkan dalam Pupuh XIII  19.  Setelah dapat menipu Bhima dan Arjuna untuk berperang di tempat-tempat yang jauh, Dorna mencoba membunuh Yudhistira dengan jalan merubah susunan tentara dari gajamatta wyuha menjadi cakra wyuha, seperti yang disebut kan dalan Pupuh XIII  22.   Karena dengan perginya Bhima dan Arjuna itu tentara Pandawa menjadi lemah.  Yudhistira mengganti susunan tentaranya dan dari gajamatta wyuha menjadi makara eyuha, seperti yang disebutkan dalam Pupuh XIII  24.

Gambar D.  Makara Wyuha dan Cakra Wyuha
Makara & Cakra Wyuha
Keterangan gambar D

     Keluarga Pandawa :
1.       Drestajumena (sapit kana),  2. Ghatotkaca (sapit kiri),  3. Sâtyaki (mulut),  4.  Nakula (mata kiri),  5.  Sadewa (mata kanam),  6. Abhimanyu (hidung),  7. Dua orang Pancawala atau anak Pandawa (sungut kiri),  8. Tiga orang Pancawala (sungut kanan),  9. Yudhistira (kepala),  10. Beberapa orang raja (punggung),  11. Beberapa orang raja (badan).

     Keluarga Kurawa :
I.        Jayadrata (peleg) bersama-sama dengan raja-raja lainnya,  II. Karna (tuji-ruji),  III. Dorna (ruji-ruji),  4. Krêpa (ruji-ruji),  V, VI  dan seterusnya orang-orang Kurawa (ruji-ruji),  VII. Suyudhana (Sumbu).

Dorna yang menjadi panglima tentara Kurawa itu mengganti susunan tentaranya menjadi cakra wyǔh, setelah melihat tentara Pandawa menjadi lemah ketika ditinggalkan oleh Bhima dan Arjuna.  Susunan tentara tentara keluarga Kurawa ini menempatkan Suyudhana tepat pada sumbu roda, sehingga Suyudhana dilindungi oleh sekian banyak tentara seperti Dorna, Kresna dan Krepa.  Hal ini berbeda dengan rekonstruksi yang disusun oleh J. Kats.  Di dalam kakawin Bharata-Yudha tidak disebutkan dengan pasti tempat manakah yang dijaga oleh raja Suyudhana.  Tetapi Pupuh XIII  25 menguraikan tentan serangan Abimanyu yang dahsyat itu dapat merusak susunan tentara Kurawa dengan serangan panah, sehingga Abimanyu mendekati tempat pertahanan Suyudhana yang lari.  Dalam upaya mengejar Suyudhana itu Abimanyu dihalang-halangi oleh Dorna dan Karna.  Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa Suyudhana itu menempati sumbu roda yang letaknya tidak jauh dari Dorna dan Karna.  Susunan cakra wyǔha kuat, karena mempunyai front depan di bagian manapun juga yang sesuai dengan bentuknya yang menyerupai lingkaran.  Tetapi bagaimanapu kuatnya, pasukan Abimanyu dengan panahnya yang tepat menyerang dari jauh, sehingga tidak perlu mendekati peleg yang dijaga oleh Jayadrata serta yang lainnya, dan sempat juga untuk mengusir raja Suyudhana dari tempatnya.

Sebaliknya makara wyǔha itu merupakan suatu susunan tentara yang serba lebar frontnya dan dalam beberapa hal mempunyai keuntungan seperti disebutkan di bawahini;  1. Dengan hidungnya (ditempatoleh Abimanyu)susunan tentara ini dapat mengadakan serangan yang jitu dengan panah dari jarak jauh dan dengan adanya kemungkinan dibantu oleh kedua sapit (Drestajumena dan Gatotkaca)yang bisa bergerak ke arah mana saja yang disukaimembantu Abimanyu yang ada di depan, begitu pula dapat membantu mereka yan ada di badan dan di punggung, susunan tentara ini yang merupakan barisan belakang.  Bahkan Yudhistira yang ada di tengah itu juga mendapat perlindungan dari kedua sapit dan sungut itu,  2. Sungutnya yang ditempati orang-orang Pancala yang lima jumlahnya, yang dibagi menjadi dua (kiri dan kanan) mempunyai tugas untuk menyerang dengan tujuan menemukan bagian mana saja yang lemah dari pertahanan musuh, 3.  Kedua sapit ini dapat bergerak dalam front yang leba, karena dengan jalan memperpanjang sapitnya dapat menjapit seluruh musuh dan dapat membantu Abimanyu dengan membelokkan kedua sapit itu ke dalam.

Susunan tentara yang disebut maka wyǔha ini sangat ampuh, karena di belakang Abimanyu ditempatkan Setyaki sebagai mulut yang setiap waktu dapat menggantikan kedudukan Abimanyu bila gugur atau terluka, di belakangnya lagi 2 mata yang terdiri dari pahlawan kembar Nakula dan Sadewa yang dapat mengawasi berlangsungnya pertempuran dan siap membantu bagian mana yang lemah.  Yudhistira yang menempati bagian kepala menjadi “brain” dari serangan-serangan yang diadakan dan diatur dari tempat Yudhistira tersebut.  Karena tempat Yudhistira ini tepat di tengah, dengan sendirinya  telah dilindungi oleh barisan yang ada di sekitarnya.

Susunan tentara ini sangat jitu, jika dilakukan dengan segala perhitungan.  Tetapi kesalahan pihak Pandawa ialah sekalipun Abimanyu sangat berani, tetapi kurang berhati-hati dan kurang perhitungan.  Di dalam kegembiraan karena dapat memaksa Suyudhana untuk lari, Abimanyu mau mengejarnya tetapi pada waktu itu juga Jayadrata bersama-sama dengan raja-raja lainnya yang mendapat peleg susunan tentara Kurawa membuka satu bagian dari peleg itu sehingga Abimanyu memasuki bagian dari susunan tentara Kurawa yang terbuka itu.  Setelah ia masuk, peleg ditutup rapat kembali, sehingga Abimanyu terpisah dari pasukan Pandawa dan dikepung oleh orang-orang Kurawa.  Meskipun ia masih dapat membinasakan putera-putera Hastina yang bernama Laksmana-kumara, Abimanyu gugur ketika dikeroyok oleh orang-orang Kurawa.  Karena hari mulai gelap pertempuran dihentikan.

Ketika pada pagi harinya pertempuran dimulai lagi keluarga Pandawa yeng telah mengetahui, bahwa makara wyuha tidak banyak manfaatnya, menggantinya dengan cakra eyuha sehingga mengimbangi susunan tentara Kurawa, seperti yang disebutkan dalam Pupuh XIII  24.

Gambar E. Cakra Wyuha dan Padma Wyuha
Cakra Wyuha & Padma Wyuha
Keterangan : 
• Pandawa : 1. Arjuna (leher),  2. Kresna (leher) : disebutkan nama Krena di sini, karena menurut Pupuh XV  29 yang mengatakanbahwa dalam pertempuran itu Kresna dan Arjuna bersenda gurau, keduanya menempati pertahanan yang saling berdekatan,  3. Drestajumena,  4. Satanika.  Kurawa :  I. Karna,  II. Jarasanda,  Bhurisrawa, Ambisa, orang-orang Kurawa dan raja-raja lainnya,  III. Dorna,  IV. Jayadrata,  V. Salya.

Dari uraian Pupuh XV  21 – 23 ini dapat diketahui, bahwa untuk menyeamatkan Jayadrata telah telah diadakan suatu susunan tentara berlapis tiga.  Sesungguhnya Jayadrata setelah berhasil membinasakan Abimanyu merasa ketakutan mendapat serangan dari Arjuna yang telah bersumpah, lebih baik dirinya menceburkan diri ke dalam api daripada hidup yang gagal karena tidak dapat membunuh Jayadrata.  Kehendak Jayadrata untuk meninggalkan medan pertempuran telah dicegah oleh Dorna yang berjanji akan melindungi Jadrata seperti yang disebutkan dalam Pupuh XV  12.  Justru, karena Jayadrata yang akan dilindungi, susunan tentara Kurawa itu diperkuat dengan diberi berlapis tiga, ialah di depan berbentuk cakra wyuha di bawah pimpinan Karna, di tengah padma wyuha (berbentuk bunga seroja) di bawah pimpinan Dorna dan di dalam susunan tentara yang berbentuk bunga seroja ini Jadrata disembunyikan.  Untuk memperkuat tempat bersembunyi ini di belakang susunan tentara yang berbentuk bunga seroja itu masih diketemukan lapisan pertahanan ketiga yang berbentuk sucumukha wyuha, ialah susunan tentara berbentuk seperti jarum tajam di bagian depan.

Berdasarkan keterangan dari kitab ‘Arthasastra’ karangan Kautilya yang menguraikan, bahwa suunan tentara Sucimukha itu ditempatkan di susunan tentara lainnya, dalam rekonstruksi susunan tentara Kurawa ini juga susunan tentara sucimukha ditempatkan di barisan bagian belakang, khusus untuk melindungi Jayadrata.  Dengan adanya rekonstruksi baru ini, jelaslah bahwa apa yang direkontruksikan J. Kats itu hanya diawur saja.

Setelah barian belakang dari susunan tentara orang-orang Kurawa yang berbentuk cakra wyuha itu binasa, karena serangan Arjuna, Bhima, Setyaki dan lainnya, sehingga pahlawan-pahlawan Kurawa dan raja-raja serta tokoh-tokoh yang disebutkan dalam kelompok II itu binasa, Arjuna dapat mendekati tempat Jayadrata.  Sementara itu Kresna mengambil tindakan tipu muslihat dengan jalan melemparkan cakramnya ke arah Matahari, hingga cuacapun menjadi gelap.  Karena hari disangka sudah malam dan perang harus dihentikan, dan ini berarti Arjuna gagal mencapai tujuannya membunuh Jadrata.  Maka Jayadrata mulai keluar dari persembunyiannya dan pada saat itulah panah aArjuna membunuh Jayadrata hingga tewas.

Alkisah setelah panglima perang Kurawa, Dorna gugur sebagai senapati tentara Kurawa, selanjutnya ditunjuklah Karna sebagai panglima perang dengan siasat perang baru yaitu dengan memilih susunan tentara berbentuk makara wyuha, seperti yang disebutkan dalam Pupuh XXVII 2.  Sebaliknya tentara Pandawa yang dipimpin Arjuna menggunakan susunan tentara berbentuk ‘ardhcandra wyuha’ seperti disebutkan dalam PupuhXXVI 5.

Gambar F.  Ardhacandra Wyuha dan Makara Wyuha
Ardanancandra & Makara Wyuha
Keterangan gambar : 
                Pandawa :  1. Arjuna (depan),  2. Kresna (sebagai sais kereta perang Arjuna),  3. Yudhistira (tengah ),  4. kula (belakang),  5. Sadewa (belakang),  6. Yuyutsu (belakang),  7. Setyaki (ujung kiri),  8. Bhima (ujung kanan).

              Kurawa :  I. Karna (mulut),  II. Salya (sais kereta Karna),  III. Anak Karna ,  IV. Sangkuni dan Sudharma (sapi kiri),  V. Durmukha dan Angsuman (sapit kanan),  VI. Suyudhana dan lainnya (leher),  VII. Beberapa orang raja (punggung),  VIII. Para pahlawan Kurawa (ekor).

Dari susunan tentara yang digunakan keluarga Pandawa itu dapt diketahui, bahwa kecuali Arjunasebagai panglima dapat menyerbu ke depan, dapat pula melindungi Yudhistira yang ada di belakangnya, sedangkan dari belakang kedudukan Yudhistira telah dilindungi oleh Nakula.  Sadewa dan Yuyutsu ujung kiri dan kanan yang dipimpin Setyaki dan Bima dalam hal ini dapat dipergunakan untuk membantu Arjuna menahan serangan mulut makara yang ditempati Karna.  Perhitungan orang-orang Pandawa, bahwa Karna akan terjebak karena serangannya terlalu maju ke depan telah tercapai.  Sebab Karna yang sangat bernafsu untuk berhadapan dengan Arjuna, ia terpisah dari susunan perang Kurawa, sehingga masing-masing bagian dan susunan tentara Kurawa dapat dibinasakan oleh serangan Pandawa.  Akhirnya, kecuali Karna yang gugur karena serangan Arjuna, Dursasana juga gugur karena dibinasakan oleh Bhima.

Pada waktu raja Salya menjabat panglima tentara Kurawa setelah Karna gugur, susunan tentara yang dipilih Salya ialah kanana wyuha yang berarti susunan tantara menyerupai hutan, seperti yang disebutkan pada Pupuh XL 2.  Tujuan Salya ialah untuk melindungi Suyudhana yang ada di tengah dengan menempatkan orang-orang di sekitarnya.  Dari kakawin Bharata-Yudha dapat diketahui bahwa susunan tentara kanana wyuha ini menyerupai laut pada pasang yang disebut dengan air laut yang pasang dan menyerang daratan secara bertubi-tubi dari para prajurit yang mengelilingi uyudhana.

Gambar D.  Kanana Wyuha
Add caption
Keterangan gambar :  I. Suyudhana,  II. Lapisan prajurit,  III. Lapisan prajurit. Sebaliknya tentang susunan tentara Pandawa tidak disebutkan sama sekali.

      Dari susunan tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa bangsa Indonesia sejak zaman lampau itu mengenal pengetahuan ilmu perang dan karena kitab-kitab yang mengajarkan ilmu ini secara metodis tidak diketemukan, dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia dengan menggunakan akalnya yang tajam dan cerdas dapat mengembangkan ilmu perang yang didasarkan atas fragmen-fragmen ilmu perang itu yang diketemukan dalam kesusasteraan kuno.

P u s t a k a  : i
Prof. Dr. R.M. Sutipto Wirjosuparto, “Kakawin Bharata-Yuddha”
Penerbit – Bhratara – Jakarta 1968

Tidak ada komentar:

Posting Komentar