Sabtu, 21 Juli 2018

“RELEVANSI NAGARAKERTAGAMA UNTUK INDONESIA ABAD XXI”

Sita Blog : "SASTRA NUSANTARA"
Minggu, 22 Juli 2018 - 07:23 WIB

Image "Logo Majapahit" (Foto: SP)

I.Agustiro Surayuda :
“Relevansi Nagarakertagama
Untuk Indonesia abad XXI”
Terjemahan : Damaika Saktiani, dkk

Dalam buku why History, Marjorie Reeves mengutip ucapan Collingwood :

“What is history for?... My answer is that history is ‘for’ human selfknowledge. Is is generally thought to be of importance to man that he should know himself, where knowing himself means knowing not only his mere personal peculrialities, the things that distinguish him from other men, bus his nature as man. Knowing yourself means knowing, first, what it is to be a man; secondly, knowing what is to be the kind of man you are; knowing what it is to be the man you are and nobody else is. Knowing your self means knowing what you can do; and since nobody knows what he can do until he tries, the only clue to what man can do is what man has done. The value history, then, is that it teaches us what man has done and thus what man is.”

Nilai sejarah yang utama ialah ia mengajarkan pada kita apa yang telah manusia lakukan dan kemudian apa sesungguhnya manusia itu. Pengetahuan yang sejati tentang hakikat manusia dalam panggung sejarah itulah yang menjadikan manusia dari masa ke masa, dari waktu ke waktu dapat berperan lebih baik panggung sejarah. Pemahaman tentang hakikat manusia yang berjalan melintasi sejarah bersama sang waktu itulah yang dapat menjadikan pedoman, pilar, dan cermin bagi suatu bangsa yang selalu mempelajari jalan kehidupan sejarahnya dengan baik. Sejarah dengan demikian mempunyai peran penting agar manusia dapat menciptakan sejarah yang semakin baik dan semakin sempurna. Perjalanan sejarah bukanlah hanya kisah para pemimpin, para raja, para kaisar, para pembesar, para perwira, para jendral,          para seniman, dan ilmuwan besar. Sesungguhnya sejarah yang sejati adalah kisah manusia dan kemanusiaan itu sendiri. Nagarakertagama menunjukkan yang mengenalkan para raja, para pemimpin, kerajaan, wilayah kehidupan bukanlah para raja dan pemimpin itu melainkan Sang Pengarang Prapanca. Andaikata kita tidak mewarisi Nagarakertagama mahakarya Sang Kawi Prapanca mungkin sejarah Majapahit dan Singasari masih diselimuti kabut gelap yang tidak kita pahami dan tidak kita mengerti.

Jika kita tidak hati-hati, maka orang, masyarakat, bangsa dan dunia terperangkap dalam ungkapan, “kita belajar dari sejarah bahwa kita tidak belajar apa-apa dari sejarah.”  Artinya kita masuk dalam kesalahan dan tragedi yang sama, kita tidak belajar dari keledai yang tidak pernah jatuh pada lubang yang sama; karena kita masuk jatuh dalam lubang yang sama, kita mengulangi kesalahan histris masuk pada kesalahan, kekhilafan, kecerobohan, dan kehancuran yang sama yang telah pernah terjadi pada masa lalu. Oleh karena itu, sebuah petikan buku Nisastra bab 70 dari zaman Majapahit akhir berbunyi demikian :

“Yen kowe dosa marang ato kewan bakal nemu paukuman sapuluh  sapuluh tahun lawase, mangkono unining piwulang.
Yen dosa marang sapadha-padhamu manungsa, bakal disiksa satus tahun lawase ana ing naraka.
Dene yen kowe dosa marang guru, siksamu bakal tanpa wates, langgeng ing salawase.”

Artinya :

Bila kita berdosa pada hewan sepuluh tahun hukumannya, pada sesama manusia hukumannya seratus tahun, pada pangeran atau bangsawan seribu tahun, kalau bersalah pada guru kita menjadi tersiksa untuk selama-lamanya.

Itu merupakan gambaran betapa pentingnya peran seorang guru bagi manusia, masyarakat dan bangsa. Sejarah sebagai guru telah mengajarkan sesuatu kepada kita yang menjadikan kita seharusnya menjadi manusia yang lebih bijaksana. Oleh karena itu Nitisastra nomor 70 dari akhir Majapahit itu pun tetap relevan bagi kita. Kalau kita bersalah atau berdosa kepada sang guru sang sejarah, maka kita akan tersiksa selama-lamanya. Kita akan mengulang kesalahan dan penderitaan yang sama itulah artinya kita tersiksa tanpa batas, kekal selama-lamanya.

Apa yang tertulis di dalam Negarakertagama  seharusnya dapat menjadi cermin kaca benggala untuk langkah-langkah kita di masa sekarang dan di masa depan. Kita seharusnya meyakini bangsa Indonesia adalah bangsa besar, berada, terberkati dan bisa menjadi matahari dan matahari bagi seluruh bangsa-bangsa di dunia. Kepulauan Nusantara selalu disertai matahari sepanjang hari, ungkapan bahasa Nusantara penuh dengan kata hati yang menunjuk pada hati, jiwa, sukma, atma, rohani kita. Kita belajar untuk tidak masuk dalam luka sejarah yang tersirat dalam Nagarakertagama dan kita seharusnya menuliskan sejarah IndonesiaIndonesia sejarah Nusantara dengan tinta emas untuk kesejahteraan bangsa Indonesia dan seluruh bangsa di jagad ini.

Catatan penting bagi kita tentang kebesaran Majapahit yang terbit dari Mataram Pertama dan Sriwijaya seharusnya dapat menjadikan inspirasi bagi bangsa Indonesia untuk dapat dipertahankan kejayaan dan meningkatkan kemasyhuran dari waktu ke waktu. Bangsa Indonesia jangan mau diperbodoh, diperbudak, diremehkan, dilecehkan, dikecilkan oleh bangsa-bangsa lain. Kenyataannya dalam keadaan yang ada pada saat ini baik keunggulan dan kelemahannya bangsa Indonesia memiliki sejarah perjuangan dan kisah yang sangat panjang. Tidak ada suatu bangsa yang dapat mencatat sejarahnya secara rinci kalaulah bangsa itu bukan merupakan bangsa yang besar, bangsa yang cerdas, dan berbudaya tinggi. Bangsa Indonesia harus bangkit menjadi kekuatan penentu dengan berperan secara ariif, bijaksana, dan bermartabat dalam pergaulan global dan pergaulan internasional. Kita bisa belajar dari gaung Asia Afrika yang dikobarkan oleh bangsa Indonesia, India, Pakistan, Sri Langka, dan Mesir. Sejarah gemilang itu telah memerdekakan berbagai bangsa di Asia dan di Afrika. Bangsa Indonesia dengan ketangguhan dan kekuatannya seharusnya dapat menjadi mercusuar bagi bangsa-bangsa di luar Indonesia. Bangsa Indonesia sebisa mungkin menciptakan jalan baru bagi kemakmuran dan kesejahteraan berbagai bangsa yang masih dilanda kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Paradigma baru seperti ditunjukkan ditunjukkan Sriwijaya, Mataram Kuno-Majapahit harus menjadi pemicu bangsa Indonesia untuk dapat menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan di tanah air tercinta; yang pada gilirannya nanti dapat dialirkan, diarahkan, disebarkan, dan disumbangkan kepada berbagai negara lain yang memerlukan. Terhadap luka-luka sejarah dan catatan kelam yang menghiasi perjalanan sejarah Sriwijaya, Mataram Kuno dan Majapahit harus dapat dijadikan pelajaran agar bangsa Indonesia sebagai bangsa Nusantara yang berjaya dan eksis selama ribuan tahun dapat mencatat dan menciptakan sejarah baru bagi Indonesia pada masa kini dan pada masa depan. Luka-luka sejarah yang ditinggalkann oleh Sriwijaya, Mataram Kuno – Majapahit  seharusnya dapat kita sembuhkan dengan merekatkan kepercayaan dan saling memahami di antara bangsa Indonesia yang mendiami Kepulauan Nusantara. Persatuan Indonesia dengan demikian merupakan prasyarat penting untuk keberlangsungan kehidupan di Kepulauan Nusantara. Persatuan ini ditujukan untuk menciptakan Negara Kesatuan untuk seluruh rakyat Indonesia, apa pun agamanya, apa pun sukunya, apa pun bahasanya, apa pun budayanya, apa pun tingkat kehidupannya. Tujuan Negara Kesatuan itu adalah masyarakat dan rakyat yang adil, makmur, damai dan sejahtera. Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ini pastilah akan menjadi bangsa yang lebih besar dari Sriwijaya, Mataram Kuno, Majapahit. Sejarah telah, sedang dan akan mencatat peran penting Indonesia yang dapat melanjutkan kejayaan-kejayaan kerajaan Nusantara dan mengobati serta menyembuhkan luka-luka sejarah yang terjadi. Di masa kini dan di masa depan Indonesia akan menjadi tonggak sejarah yang menjadi cermin dari masa ke masa dan bagi anak cucu cicit kita pada masa 700 tahun mendatang, jika Tuhan menghendaki.

Sebuah pupuh dalam Nagarakertagama mengungkapkan betapa besarnya wilayah negeri-negeri tetangga Majapahit pada waktu itu yang memperlihatkan betapa erat persahabatan internasional yang telah dijalin Majapahit.
Itulah sebabnya berbondong-bondong orang dari tanah seberang datang dalam jumlah yang tak terhitung; dari India, Kamboja, Tiongkok, Annam, Champa dan Karnataka, Gaur dan Siam. Negeri-negeri yang besar dan jauh telah berhubungan dengan Kerajaan Majapahit. Pastilah hubungan itu adalah hubungan persahabatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Ada baiknya bangsa Indonesia mewujudkan wawasan Nusantara yang diwariskan oleh Sriwijaya, Mataram Kuno, dan Majapahit dan yang kemudian dalam masa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini telah dipikirkan, dirumuskan, diperjuangkan dan diungkapkan dalam Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957.

Perjalanan dan keberlangsungan sebuah negara yang besar seperti Sriwijaya, Mataram Kuno, Majapahit  dalam bahasa Ki Ageng Suryamentaram adalah demikian :

Punapa sampun dados wateging nagari anggenipun lalampahanipun namung gek mumbul gek gambruk? Yen punika wau wateg, rak mboten kenging dipun ewahi. Dene terangipun mboten.  
Nagari punika lalawanipun para warga nagara. Yen nagari punika maneraken para warga nagara, nagari punika  makmur utawi gilang-gemilang wonten ing raosipun para warga nagara kawontenan kados makaten punika murugaken mboten  wonten berantakan.
Yen kamareman para warganagara punika tetep, gilang-gumilangaing nagari ugi tetep. Kosok wangsulipun yen nagara punika mboten berantakan. Dados berantakan punika thukul saking raos mboten marem.

Hal ini mengungkapkan bahwa antara negara dan warga negara atau rakyat saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Kebahagiaan rakyat dan warga negara akan membawa gilang gemilangnya suatu negara dan akan membawa kelestarian dan teguh kokohnya suatu negara. Kebahagiaan, kepuasan, dan kesejahteraan rakyat dan warga negara menjadi syarat utama untuk keberlangsungan suatu negara. Berikutnya diungkapkan syarat untuk kebahagiaan rakyat dan kekokohan negara adalah satunya tujuan antara rakyat dan negara.

Dados syarat ingkang kangge tetepipun gilang-gumilangipun nagari punika wonten kalih perangan, inggih punika kemaremaning gesang punika kadadosan saling mangertos dhateng tujuaning gesang dan kemareman dhateng nagari punika mangertos dhateng tujuaning nagari. Dados teteping gilang-gunilangipun nagari punika gumantung saking mangertosipun warga nagara dhateng tujuan kalih prakawis punika.

Hal ini dapat diterapkan  untuk kehidupan berbangsa dan bernegara kita juga. Negara indonesia yang memahami dan menyejahterakan rakyatnya akan dapat berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang. Rumusan Ki Ageng Suryamentaram ini telah terbukti pada zaman dahulu dalam perjalanan sejarah panjang bangsa Nusantara. Rumusan Ki Ageng Suryamentaram ini juga masih berlaku di masa kini dalam situasi konkrit masa kini. Rumusan kejayaan Mataram Majapahit yang dirumuskan Ki Ageng Suryamentaram tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

I Agustirto Surayuda
20 Garung 1299

Kamis, 19 Juli 2018 – 18:05 WIB
Posted by Ki Slamet 42 Bogor

P u s a t a k a :
Mpu Prapanca,
“Kakawin Nagaraketagama”
Teks dan terjemahan:
Damaika Saktiani, dkk
Penerbit:
NARASI Yogyakarta 2018
 

1 komentar:

  1. "Nagarakertagama memberikan kesaksian pemerintahan seorang raja pada keempat belas di Indonesia , di mana ide-ide modern keadilan sosial, kebebasan beragama, keamanan pribadi, dan kesejahteraan sosial rakyat sangan dijunjung tinggi,"

    BalasHapus