Sabtu, 21 Juli 2018

"SUMPAH PALAPA MANGGALA MAJAPAHIT"

Blog Sita : "SASTRA NUSANTARA"
Minggu, 22 Juli 2018 - 04:20 WIB
 
Image "Kover Buku" (Foto : SP)
Cover buku "Kakawin Nagarakertagama"

4. Sumpah Palapa Manggala Majapahit



“Lamun huwus kalah Nusantara
Isun amukti palapa,
Lamun huwus kalah ring gurun,
Ring Seran, Ring Tanjungpura,
Ring Haru, Ring Pahang, dompo,
Bali, Suda, Palembang, Tumaik,...
Samana isun amukti palapa.”

Gajah Mada bercita-cita menyatukan Nusantara yang dikenal dengan Sumpah Palapa. Inti dari cita-cita Gajah Mada sebagai Mahapatih Amangkubumi Majpahit menyatukan Nusantara agar tidak selalu terjadi perang saudara, Gajah Mada berharap suatu kesatuan kekuasaan di Nusantara membawa kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Gajah Mada sebagai Manggala Majapahit dengan semangat besar ingin menunjukkan bahwa kesatuan bangsa di Nusantara akan membawa kejayaan, kemuliaan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Majapahit. Cita-cita yang besar dari seorang harijan kasta sudra ini ternyata dapat tercapai. Gandhi menggunakan istilah harijan untuk menyebut rakyat India dari kasta sudra atau bahkan paria yang hina dina, namun sesungguhnya istilah harijan menjadi istilah yang istimewa dan luar biasa dari kata Hari  yang berarti Tuhan dan jan yang berarti manusia. Jadi Harijan sesungguhnya berarti dan bermakna makhluk Tuhan, manusia ciptaan Tuhan, ataupun manusia kekasih Tuhan. Seluruh kepulauan Nusantara mengakui kekuasaan Majapahit sebagai Matahari Nusantara. Sebagian dengan proses penaklukan atau peperangan dan sebagian lagi banyak kerajaan yang sukarela mengakui kekuasaan dan kebesaran Majapahit ini diuraikan dalam teks-teks Nagarakertagama pupuh 13, pupuh 14, yaitu Melayu, Jambi, Palembang, Toba, Damasraya, Kandis, kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar, Pane, Lawas, Samudra, Batan, Lampung, Barus, di Tanjungpura (Pulau Kalimantan) adalah Kapuas, Karingan, Sampit, Kota Lingga, Kotawaringin, Sambas, Lawai, kemudian Kandangan, Landa Samadang, Tirem, Sedu Barunai, Kalka, Saludung, Solot, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalong, Tanjung Kutai, berikutnya di Ujung Medini Pahang, Langkasuka, Saimwang, Kelantan, Trengganu, Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang, Kedah, Jerai, Kanjapiniran; di sebelah timur Jawa ialah Bali, Badahulu, Lo Gajah, Gurun, Sukun, Taliwang, Pulau Sapi, Dompo, Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kadali, selanjutnya Pulau Gurun, Lombok Merah, Sasak, Bantlayan, Kota Luwuk, Udamakatraya, di Timur antara lain Pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi Kunir, Galian, Salayar, Sumba, Solor, Muar, Wanda (Banda), Ambon Maluku, Wanin atau Wwanin (Onin daerah Fak-Fak), Seran, Timor dan pulau-pulau lain.

Dari uraian geografis di atas kita bisa melihat betapa usaha Gajah Mada dan Majapahit untuk menyatukan Nusantara sedemikian luas dan kuat. Kekuasaan dan kekuatan Majapahit tentulah bukan semata-mata kekuatan prajurit atau tentara tetapi lebih kepada rasa hormat, takluk dan tunduk untuk selanjutnya dapat membangun kesejahteraan seluruh wilayah Nusantara. Kekuatan militer pasti hanya digunakan untuk menaklukkan negeri-negeri yang sanggat kuat dan tidak mau mengakui kekuasaan Majapahit secara sukarela. Prapanca Gajah Mada, Raja-raja Majapahit, prajurit dan rakyat Majapahit pada abad ke XIV telah berhasil menyatukan Bumi Nusantara dalam satu kekuatan, kekuasaan dan pengaruh yang kuat, kokoh dan teguh.

Dalam bahasa yang lebih modern Lemhanas pada akhir abad XX : Wawasan Nusantara atau Wawasan Nasional Indonesia adalah cara pandang bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tentang dirinya yang serba Nusantara dan lingkungannya , di dalam eksistensi serta pengembangannya (kejayaannya) dalam mengekspresikan dirinya baik dalam konteks hubungannya secara nasional maupun dalam lingkungan internasional.

Apa yang telah dilaksanakan oleh Majapahit ternyata menjadi inspirasi bangsa Indonesia untuk selalu melangkah ke depan dengan baik dan dengan teguh yang bersemangat kan kekeluargaan, gotong royong, saling membutuhkan, aling menolong demi kesejahteraan dan kemakmuran bersama-sama seluruh kepulauan Nusantara.



Sabtu, 22 Juli 2018 – 04:28 WIB
Posted by Ki Slamet 42 Bogor

P u s a t a k a :
Mpu Prapanca,
“Kakawin Nagaraketagama”
Teks dan terjemahan:
Damaika Saktiani, dkk
Penerbit:
NARASI Yogyakarta 2018

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar