Blog Sita: "Sastra Nusantara"
Jumat, 28 Febuari 2020-21.48 WIB
Jumat, 28 Febuari 2020-21.48 WIB
Duryudana |
I.
ARJUNA MELAKSANAKAN PERINTAH YUDHISTIRA
Duryudana selalu ingat ketika mendapat malu
di kraton Indraprasta dan merasa iri hati kepada Yudhistira yang telah
mempunyai istana yang sedemikian indahnya. Hal ini telah menambah kebencian
Kurawa kepada Pandhawa sehingga, walaupun segala tipu muslihat untuk
membinasakan para Pandhawa selalu gagal, tetapi Duryudana terus saja berupaya
dengan segala macam cara. Sakuni yang kecerdikannya selalu disiapkan untuk
menghasut keangkaramurkaan para Kurawa, pada akhirnya menemukan cara jitu untuk
mencelakakan para Pandhawa, yaitu dengan mengajak para Pandhawa bermain dadu.
Permainan ini telah menyebabkan para Pandhawa harus menyerahkan negara seisinya
kepada para Kurawa. Bahkan para Pandhawaa dan Dewi Drupadi harus menjalani
sebagai orang buangan di hutan selama dua belas tahun. Di samping itu, mereka
juga harus menyamar sebagai rakyat jelata selama satu tahun, tanpa diketahui
para Kurawa. Jika penyamarannya itu dapat diketahui, mereka harus menjalani
sebagai orang buangan lagi dalam waktu yang sama. Kesemuanya ini merupakan
konsekwensi dari kekalahan para Pandhawa dalam bermain dadu dengan para
Pandhawa.
Berita tentang Pandhawa yang harus menjalani
hukuman hidup di hutan Kamyaka selama dua belas tahun, telah didengar oleh para
kerabatnya. Oleh karena itu, mereka segera mengunjunginya. Begitu pula dengan
Kresna, Dewi Subadra dan putranya Abimanyu, Setyaki, Drestadyumna, para putra
Drupadi, dan Drestaketu raja negeri Cedi. Setelah mereka saling melepaskan
kerinduan, bersabdalah Kresna dengan murkanya,
“Bumi akan menghisap
darah Duryudana, Karna, Dursasana, dan Sakuni. Setelah para Kurawa dan
sekutunya hancur lebur, saya akan menobatkan dinda Yudhistira sebagai raja
Astina. Orang jahat seperti mereka sudah sepantasnya dibasmi dari muka bumi
ini”.
Setelah berkata demikian Kresna bangkit dari
tempat duduknya hendak menghajar para Kurwa. Namun demikian, Arjuna berhasil
meredam kemarahan kakak iparnya itu sehingga Kresna kembali duduk di tempat
semula.
Ketika Subadra memandang suaminya dalam
keadaan kurus kering dan hidupnya sangat sengsara hatinya menjadi remuk redam,
air matanya menetes membasahi pipi. Arjuna pun menatap istrinya dengan perasaan
haru, ia mendekati Subadra dan memangku putranya Abimanyu yang masih kecil,
diusap-usap kepalanya, dicium dan dikecup-kecup ubun-ubunnya, kemudian berkata
kepada Subadra,
“Dinda Subadra,
janganlah menangis. Ketahuilah! Tangismu itu hanya akan menambah beban
penderitaanku. Percayalah, walaupun hidupku sengsara tetapi jiwaku tetap sehat.
Dan ketahuilah istriku! Kesengsaraan yang aku alami ini dapat menjadi tapa
brataku dan dapat mempertebal semangatku untuk memperjuangkan keadilan dan hak.
Untuk itu berdoalah selalu untukku agar kita segera dapat berkumpul lagi.
Selama para Pandhawa menjalani hidup di hutan, aku selalu memohon kepada dewa
agar putraku kelak bisa mendapatkan kemuliaan. Pesanku kepada dinda, pimpinlah
putraku baik-baik agar menjadi kesatria utama”. Selanjutnya Arjuna
lalu menitipkan anak dan istrinya kepada Bethara Kresna.
Cukup lama para kerabat melepas
kerinduan kepada para Pandawa, selanjutnya mereka mohon diri untuk kembali ke
negaranya masing-masing. Hanya para brahmana saja yang masih setia di hutan
dengan para Pandhawa, bahkan mereka tidak mau berpisah.
Tidak sampai berganti bulan setelah
kedatangan para kerabat, sang Maharsi Wiyasa yang telah mengenakan pakaian
kebesaran dewa juga datang ke hutan Kamyaka. Begitu melihat Maharsi tua itu,
para Pandhawa segera bersujud di kaki Maharsi Wiyasa lalu duduk bersila di
hadapannya. Setelah saling melepaskan kerinduan, sang Maharsi lalu membisikkan
ilmu gaib kepada Yudhistira, kemudian menghilang dari pandangan cucu-cucunya.
Setelah kepergian Maharsi Wiyasa, Yudhistira menatapdalam-dalam tingkah laku
Arjuna sang panengah Pandhawa, berbeda dengan kebiasaan yang dilakukannya.
Pada suatu hari, Yudhistira dengan perasaan
tidak menentu berkenan memanggil Arjuna sendirian. Setelah mengheningkan
pikirannya, Yudhistira memberi perintah kepada Arjuna dengan sikap hati-hati.
berkatalah Yudhistira kepada Arjuna,
“Wahai dinda Arjuna saudaraku. Ketahuilah dinda! Masalah
kesaktian dalam berperang, kepandaian dan kesiapan tipu muslihat berperang,
kecekatan, dalam menggunakan senjata, serta keterampilan melepaskan senjata
kadewatan, yang mampu melaksanakan dengan baik adalah kakek Bisma, guru Drona,
Haswatama, dan resi Krepa. Sedangkan kesaktian Karna dalam medan pertempuran
juga tidak mudah dikalahkan, mereka sangat dijunjung-junjung dan sangat
disayang oleh para Destarastraputra,Kurawa. Kelak, jika telah sampai pada
waktunya, mereka yang semuanya mempunyai kesaktian yang tidak diragukan lagi
itu diharapkan dapat membela para Kurawa. Untuk itu, walaupun saya percaya
terhadap kekuatan kakakmu Bima, dan keterampilanmu menggunakan senjata panah,
sampai dapat melepaskan lima puluh panah sekali rentangan, tetapi jika untuk
menghadapi kesaktian para prajurit yang tinggi ilmunya seperti yang sudah kanda
katakan, tampaknya masih belum mampu menandingi. Padahal yang bisa kakanda
handalkan untuk menghadapi mereka hanya kamu dan saudaratuamu, Bima. Jadi
sebenarnya dinda mempunyai tanggung jawab yang lebih berat”. Yudhistira menarik napas. Sejenak kemudian ia
melanjutkan kata-katanya,
“ketahuilah
saudaraku! Kedatangan eyang Abyasa tadi keperluannya adalah memberi anugerah
berupa mantra ilmu gaib kepadaku. Jika mantra tersebut dirapal kita dapat
melihat semua mahkluk haluss dan dapat mengetahui terhadap sesuatu yang
samar-samar, dan juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendapatkan
anugerah dari dewa. Mantra ini nantinya akan kanda serahkan kepadamu dinda
Arjuna. Selanjutnya, segeralah kau mengenakan pakaian keprajuritan,
berangkatlah bersemedi di gunung Himawat, menghadaplah kepada Bhatara Surapati (Indra) dan mintalah semua senjata yang ada di
Suralaya tempatnya para dewa. Ketahuilah dinda Arjuna! Semua senjata Suralaya
itu yang menguasai hanyalah Bathara Indra. Agar kamu dapat segera bertemu
dengan sang Bathara, lebih baik berangkatlah sekarang juga”. Yudhistira kembali menarik napas lalu
melanjutkan pesannya,
“Oh, ya Arjuna
adikku, ketahuilah! Kamu diwajibkan melindungi semua saudaramu. Dengan rasa
prihatin, kanda terpaksa memberi perintah ini kepadamu. Kanda hanya bisa
mendoakan agar perjalanananmu untuk bersemedi di gunung Himawat tiada mengalami
rintangan dan membawa hasil”.
Setelah Yudhistira selesai memberi perintah
kepada Arjuna, lalu Arjuna sang panengah Pandhawa itu bersujud di kaki kakaknya
Yudhistira lalu membersihkan diri di sungai Jahnawi, yang airnya dianggap suci
oleh para pertapa. Selesai membersihkan diri, Arjuna kembali menghadap
Yudhistira untuk menerima wejangan mantra yang telah dianugerahkan dari
kakeknya. Selanjutnya, Arjuna kembali bersujudd di kaki Yudhistira dan segera
mengenakan pakaian keprajuritan. Kemudian berpamitan kepada semua saudaranya
dan Drupadi. Para Brahmana, sahabat para Pandhawa, semuanya dimintai restu.
Setelah demikian, sang Arjuna berdiri tegap seraya menahan napas, di benaknya
memohon perlindungan kepada Yang Maha Kuasa dan segera melangkahkan kakinya
untuk melaksanakan perintah kakaknya Yudhistir
—KSP 42—
Jumat, 28 Februari
2020 – 21. 57 WIB
R E F E R E N S I :
Sri Guritno – Purnomo Soimun HP,
KARAKTER TOKOH PEWAYANGAN MAHABHARATA
Proyek Pemanfaatan Kebudayaan
Direktorat Pemanfaatan Kebudayaan
Direktorat dan Tradisi dan Kepercayaan
Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembanga Budaya
Badan Pengembangan Budaya dan Pariwisata - Jakarta 2002
I like this website very much so much fantastic information.https://crack6.com/360-total-security-crack/
BalasHapus