Sabtu, 04 Juni 2016

KUMPULAN PUISI BULAN MEI (3) KARYA KI SLAMET 42

Blog Sita : Sastra Nusantara
Minggu, 05 Juni 2016 - 02:13 wib


Image "Ki Slamet 42" (Foto: SP)
Ki Slamet 42


“A J A  J U M A W A “
Karya : Ki Slamet 42

Jika Tuhan berjumawa,  itu pantas adanya
Karena Dia Maha Pencipta segala yang ada
Maha  Penguasa  di seluruh  alam semesta
Penentu  awal dan akhir  kehidupan  fana
Hanyalah  Dia, Dia, Dia,  Allah yang baqa
Dialah yang memiliki  Al Asmaa ul Husnaa

Ar Rahmaan, yang maha pengasih cuma Dia
Ar Rahiim, yang maha penyayang cuma Dia
Al Malik, yang maha memerintah cuma Dia
Al Qudduus, yang maha suci hanyalah Dia
As Salaam, yang maha sejahtera hanya Dia
Al Mu’min, yang beri keamanan hanya Dia

Al Muhaimin, yang maha menjaga hanya Dia
Al Aziis,  yang maha gagah itu hanyalah Dia
Al Jabbaar, yang maha perkasa hanyalah Dia
Al Mutakabbir,  atasi kebenaran  hanya Dia
Al Khaaliq, yang maha menjadikan hanya Dia
Al Baariu, yang maha mengadakan hanya Dia

Al Mushawwir, pemberi bentuk  hanyalah Dia
Al Ghaffaar, yang maha pengampun cuma Dia
Al Qahhaar, yang maha memaksa hanyalah Dia
Al Wahhaab,  yang banyak memberi  cuma Dia
Ar Razzaaq,  yang memberi rizqi hanyalah Dia
Al Fattah, yang memutuskan hukum cuma Dia

Al ‘Allim, yang maha mengetehaui hanyalah Dia
Al Qaabidh,  yang menyempitkan  hanyalah Dia
Al Baasith,  yang maha melapangkan hanya Dia
Al Khaafidh,  yang merendahkan hanyalah Dia
Ar Raafi’,  yang maha meninggalkan  hanya Dia
Al Mu’izzu,  yang menjadikan mulia  hanya Dia

Al Mudzillu,  yang menjadikan hina hanya Dia
As Samii’, yang maha mendengar hanyalah Dia
Al Bashiir,  yang  maha melihat  hanyalah Dia
Al Hakam, yang laksanakan hukum cuma Dia
Al ‘Adlu,  yang  maha adil  itu  hanyalah  Dia
Al Latiif,  yang  lemah  lembut  hanyalah  Dia

Al Khabiir, yang maha waspada hanyalah Dia
Al Haliim,  yang  maha penyantun  hanya Dia
Al ‘Adhiim,  yang  maha agung  hanyalah Dia
Al Ghafuur, yang maha pengampun cuma Dia
As Syakuur,  yang berterimakasih  cuma Dia
Al  ‘Aliy,  yang  maha  tinggi  hanyalah  Dia

Al Hafizh, yang maha memelihara hanyalah Dia
Al Muqiit,  yang maha mengawal hanyalah Dia
Al Hasiib, yang maha menghitung hanyalah Dia
Al  Jaliil,  yang  maha  agung  hanyalah  Dia
Al Kariim,  yang maha pemurah  hanyalah Dia
Ar Raqiib, yang maha mengawasi hanyalah Dia

Al Mujiib, yang maha mengabulkan hanyalah Dia
Al  Waasi’,  yang  maha  luas  itu  hanyalah  Dia
Al Hakiim,  yang  maha bijaksana  hanyalah  Dia
Al Waduud, yang maha penyayang hanyalah Dia
Al  Majiid,  yang  maha  mulia  hanyalah  Dia
Al Baa’its,  yang membangkitkan  hanyalah Dia

As Syahiid, yang maha menyaksikan hanya Dia
Al  Haq,  yang  maha  benar  hanyalah  Dia
Al Wakiil, yang maha mengurus hanyalah Dia
Al  Qawii,  yang  maha  kuat  hanyalah  Dia
Al  Matiin, yang maha ulet kuat hanyalah Dia
Al Waliiy,  yang  maha memimpin hanyalah Dia

Al  Hamiid,  yang  patut dipuji  hanyalah  Dia
Al Muhshil, yang hinggakan hitungan cuma Dia
Al  Mubdi’,  yang  maha  memulai  hanyalah Dia
Al  Mu’iid,  yang  mengulangkan  hanyalah  Dia
Al Muhyil,  yang menghidupkan  hanyalah  Dia
Al  Mumiit,  yang  mematikan  hanyalah  Dia

Al Hayyu,  yang  maha  hidup  hanyalah  Dia
Al Qayyuum, yang berdiri sendiri hanyalah Dia
Al Maajid, yang maha menemukan hanyalah Dia
Al  Waahid,  yang  maha  esa  hanyalah  Dia
Al Maajid, yang punya kemuliaan hanyalah Dia
Al  Ahad,  yang  maha  tunggal  hanyalah  Dia

As  Shamad,  tempat  meminta  hanyalah  Dia
Al  Qaadir,  yang  maha  kuasa  hanyalah  Dia
Al Muqtadir, yang maha menguasai hanya Dia
Al Muqaddim, yang maha mendahului hanya Dia
Al  Aakhir,  yang  akhir  hanyalah  Dia
Al Muakhir, yang maha mengakhiri hanyalah Dia

Al  Awal,  yang  maha  awal  hanyalah  Dia
Ad  Dhaahir,  yang  maha  jelas  hanyalah  Dia
Al  Waalii,  yang maha memimpin hanyalah Dia
Al Muta’aalii, yang maha mengatasi hanyalah Dia
Al  Barr,  yang maha  berbuat baik  hanyalah Dia
At Tawwaab, yang menerima taubat hanyalah Dia

Al Muntaqim, yang maha menuntut bela hanya Dia
Al  Afwu,  yang  maha  pemaaf  hanyalah  Dia
Ar  Rauuf,  yang  penuh  rasa  kasihan  hanya Dia
Maalikul mulk, yang merajai kerajaan hanyalah Dia
Dzul  jalaali  wal  ikraam,  yang  maha berpunya
Kebesaran dan  kemurahan  hanyalah  Dia

Al  Muqsitsh,  yang  maha  adil  hanyala  Dia
Al Jaami’, yang maha mengumpulkan hanyalah Dia
Al  Ghanii,  yang  maha  kaya  hanyalah  Dia
Al Mughnii, yang maha memperkayakan hanya Dia
Al Maani’,  yang  memberi  manfaat  hanyalah Dia
Ad Dhaarru, yang memberi kemelaratan hanya Dia

An Naafi’,  yang memberi manfaat  hanyalah Dia
An  Nuur,  yang  memberi  cahaya  hanyalah Dia
Al Haadii,  yang memberi petunjuk hanyalah Dia
Al Badil,  yang  menjadikan  baru  hanyalah  Dia
Al  Baaqii,  yang  maha  kekal  hanyalah  Dia
Al  Waarits, yang  maha mewarisi hanyalah Dia
Ar  Rasyiid,  yang  maha  sadar  hanyalah  Dia
As Shabuur, yang penuh kesabaran hanya Dia

Jadi, jangan, jangan, jangan, jangan,  janganlah !
Kita  bersikap  jumawa  karena  harta berlimpah
Kita bersikap jumawa karena kehidupan mewah
Kita bersikap jumawa karena intelektualitas wah
Kita bersikap jumawa karena jabatan jadi kapran
Kita bersikap jumawa selalu pandang orang rendah

Referensi :
Jamaluddin Kafie 1981, “Iman Islam dan Ihsan”
Al Ikhlas – Surabaya - Indonesia

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 29 Mei 2016 – 11:47 WIB


Image "Senja di Stasiun Jogyakarta (Foto: SP)
Senja di stasiun Jogyakarta


“SENJA DI STASIUN JOGYAKARTA”
Karya : Ki Slamet 42

Kenangan itu  masih saja terasa  menggangguku
Menggeliat kuat meronta-ronta di setiap waktu
Mengusik sukma  hingga aku  teringatlah selalu
Saat kita untuk pertama kali berjumpa bertemu  
Saling berucap kata  bahwa kita saling merindu
Saat senja di stasiun Jogya tiga dasa warsa lalu

Kita menyusuri jalan Malioboro bergamit tangan
Sementara senja temaram pun merayap perlahan
Ba’ sadari pada dua sejoli yang sedang kasmaran
Laksana  kembang dan kumbang  di dalam taman
Saling  bercurah ungkapkan rasa-rasa kemesraan
Setelah sekian lama tak pernah jumpa bertatapan

Ketika jelang senja temaram di stasiun Yogjakarta
Pun akhirnya kita berpisah matamu berkaca-kaca
Tetes air mata itu hiasi pipimu nan merah merona
Dan  kita saling ucap kata berpisah  terbata-bata
Lidah kelu  rasa membelenggu gelora dalam dada
Yang terus bergemuruh bagai suara kereta senja
      
Saat kereta senja mulai bergerak menuju Jakarta
Kita saling berlambaian tangan, rupamu nan jelita
Hilang, lenyap, raib sirnalah dari pandangan mata
Tapi, kenangan bercinta terus berdetak berirama
Seiring bunyi berputarnya roda-roda kereta senja
Yang terus mengalun iringi tembang asmaradhana

Dan, hingga kini kenangan itu tak jua mau hilang
Terus terngiang-ngiang selalu membayang-bayang
Terbang melayang  di awang-awang tanpa lawang
Bagai atma dan rasaku yang terus menggelinyang
Tiada pernah henti ungkap inspisasi yang datang
Gelitiki isi jiwa  yang terbelenggu  dan terkekang


Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 28 Mei 2016 – 21:18 WIB


Image "Bukit Parigi" (Foto: SP)
Bukit Parigi


“MEMBUANG SEPI DI BUKIT PARIGI”
Karya : Ki Slamet 42

Ketika cahaya mentari selimuti bukit Parigi
Maka aku buanglah segala perasaan sepi ini
Yang lama menjerat kuat membelenggu hati
Di hamparan ilalang yang bergoyang gemulai
Ditiup geliat hembus semilir sepoi angin pagi

Meski tanpa alas kaki tetap melangkah pasti
Susuri marga setapak yang di kanan dan kiri
Banyak ditumbuhi belukar dan pohon tinggi
Pancarkanlah keindahan alam di bukit Parigi
Mengilangkan rasa sepi carut-marutnya hati

Ketika tubuhku rasa lelah telapak kaki nyeri
Sementara rasa silau kemilau cahaya mentari
Terpa wajahku yang kian nampak pucat pasi
Aku hentikan langkah duduk di pinggir tepi
Di atas gundukan tanah yang bersemak turi

Mataku menatap ke belukar akar pohon turi
Tampak ular besar menjalar sebesar paha kaki
Raga tiada bergerak berdoa mohon pada Ilahi
Sebentar saja ular menatapku nanar lalu pergi
Seperti ingatkan aku waktu telah tengah hari

Aku ucap rasa syukur pada Tuhan Ilahi Rabi
Lalu pergi berwudhu di solokan kecil bersuci
Sholat zuhur bersajadah rumput hijau berseri
Dan akupun rasakan ketenangan tiada terperi
Sirnalah sepi berganti senandung religi nan asri

Saat hendak beranjak pergi kakiku terasa nyeri
Aku terjatuh dari amben tempat berbaring diri
Mataku terbelalak rupanya aku telah bermimpi
Setelah rasa lelah sedari pagi hingga petang hari
Hadiri Raker rapat kerja tugas tupoksi profesi

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 22 Mei 2016 – 10:42 WIB

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar