Blog Sita "NINA BOBO"
Minggu, 19 Agustus 2018 - 17:20
Minggu, 19 Agustus 2018 - 17:20
Pupeg Mame |
“SUNGGUH TAK TAHU
DIRI”
(Cerita Rakyat
Nusatenggara Barat)
Konon cerita, dahulu kala di Lombok, Nusa
Tenggara Barat, hiduplah seorang raja. Baginda memiliki sepasang lelampak (sandal) yang terbuat dari lendong
kao (kulit kerbau). Sandal kanan terbuat dari kulit kerbau jantan sedangkan
sandal kiri terbuat dari kerbau betina.
Kedua sandal itu merupakan sepasang suami
istri. Sang suami disebut Papug mame (nenek
laki-laki), sedang sang istri disebut Papug
Ki ne (nenek perempuan). Karena kuasa Tuhan, sepasang lelampak dapatlah
bercakap-cakap, meskipun percakapan mereka hanya bisa didengar dan dimengerti
oleh mereka berdua.
Pada suatu malam, Baginda Raja melepas
lelampak itu dan meletakkannya di bawah kolong tempat tidur, lelampak itu
terutama lelampak jantan, sangat merasa khawatir karena biasanya tikus-tikus akan
segera mendatanginya :
“Puqen!”
Lelampak
jantan memanggil istrinya.
“Ya...!”
sahut
lelampak betina.
“Jika begini terus keadaannya setiap malam, dan
tikus-tikus yang kelaparan itu, pada akhirnya pasti akan memangsa kita! Mari
kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pencipta agar kita berdua dijadikan sepasang
tikus!”
“Jika
begitu maumu, aku menurut saja suamiku!” Jawab istrinya.
“Baik, mari kita berdoa bersama-sama agar Tuhan
menjadikan kita sepasang tikus, dan tikus-tikus yang lainnya tentu tidak akan
berani mengganggu kita lagi, istriku! Dan dengan demikian, semua sisa-sisa
makanan yang ada di dapur istana tentu akan kita kuasai berdua.”
Sepasang lelampak itu pun lalu berdoa kepada
Tuhan Pencipta semesta agar dirinya dijadikan sepasang tikus :
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua sepasang tikus......!”
Atas kuasa Tuhan, sepasang lelampak itu kini
berubah menjadi dua ekor tikus yang besar. Sepasang tikus besar itu sangat
disegani dan ditakuti oleh tikus-tikus lainnya yang tubuhnya lebih kecil dari
mereka berdua. Apabila tikus-tikus lain mencari mkan di ruang dapur istana,
mereka berdua lalu mengejarnya, begitulah kejadian setiap harinya. Hal tersebut
membuat Baginda Raja yang sedang tidur dengan permaisurinya tentu menjadi
merasa terganggu sekali dengan suara gaduh yang diakibatkan oleh tikus-tikus
yang saling berkejaran itu. Oleh karena itu Baginda Raja pun mengutus
pengawalnya untuk mencari dan memelihara beberapa ekor kucing yang berani
menangkap dan memangsa tikus-tikus yang ada di dalam istana.
Para pengawal pun segera melaksanakan
perintah Sang Baginda Raja. Dalam waktu tak berapa lama beberapa pengawal telah
mendapatkan beberapa ekor kucing pejantan yang cukup ganas untuk menangkap dan
memangsa tikus-tikus yang ada dalam istana yang sudah mengusik ketenangan tidur
Sang Baginda Raja. Kucing-kucing itu pun segera dilepas pengawal. Kucing-kucing
itu segera mencari tikus-tikus baik yang berada di dapur, di kamar, bahkan di
atas loteng, semua dikejar, ditangkap, lalu dimangsanya. Hal ini membuat
sepasang tikus jelmaan lelampak Baginda Raja menjadi khawatir dan ketar-ketir
hatinya. Berkatalah sang tikus pejantan kepada istrinya :
“Puqen, istriku! Sungguh aku khawatir dan takut
sekali dengan kucing-kucing istana yang teramat ganas-ganas itu. Lambat-laun
kita tentu kita pun akan menjadimangsanya juga. Bagaimana jika kita memohon
lagi kepada Tuhan agar kita dijadikan sepasang kucing saja?!” Berkata tikus jantan
kepada istrinya.
“Ya,
suamiku aku menurut saja!” Jawab istrinya sambil mengibas-ngibaskan ekornya.
“Jika
demikian, mari kita berdoa bersama-sama dan semoga Tuhan mengabulkan doa kita
menjadi sepasang kucing!”
Kali ini Tuhan pun masih mengabulkan doa
mereka. Sepasang tikus itu kini telah menjadi sepasang kucing. Sepasang kucing
jelmaan itu menyerang semua kucing-kucing istana hingga mereka kucar-kacir
dibuatnya karena kalah tangkas dan pula kalah besar tubuhnya. Hal ini telah membuat
sang Baginda Raja teramatlah senang hatinya, karena tak ada lagi tikus-tikus
yang mengganggu tidur Sang Baginda Raja.
Sejak itu, sepasang kucing jelmaan lelampak
Sang Raja itu acapkali ke luar-masuk kamar Sang Baginda Raja bahkan menjadi
binatang kesayangannya. Karena bulunya yang lembut dan halus berwarna putih
bersih, dan ekornya yang panjang itu telah membuat permaisuri termatlah suka
dan sangat menyayanginya.
Akan tetapi ternyata masih ada saja yang
menggelisahkan hati sepasang kucing jelmaan lelampak raja itu. Jika Sang
Baginda Raja pergi berburu, yang selalu diajaknya serta menemani Sang Baginda
adalah anjing berburunya. Hal itulah yang membuat sepasang kucing jelmaan itu
merasa iri. Mereka beranggapan menjadi anjing pemburu menemani sang Baginda
Raja tentu lebih enak.
Mereka pun kembali bersepakat untuk kembali
berdoa memohon kepada Tuhan agar dijadikan sepasang anjing pemburu Sang Baginda
Raja. Permohonan dan doa mereka pun masih dikabulkan Tuhan. Kini keduanya telah
menjadi sepasang anjing pemburu sang sangat gagah. Mereka acapkali diajak
menemani Sang Baginda Raja pergi berburu ke hutan Sekaroh.
Suatu ketika mereka berhasil menangkap dua
ekor kijang besar. Kijang itu digigitnya kuat-kuat dengan taringnya, sang Raja
melepaskan anak panahnya, dan kijang itu jatuh tergeletak di tanah. Betapa
senangnya hati Baginda Raja. Baginda pun memberi daging menjangan kepada
sepasang anjing pemburu kesayangannya itu.
Setelah sekian lama mereka menjadi sepasang
anjing pemburu, mereka pun mulai bosan dan mengeluh karena kesempatan untuk ke
luar kandang hampir tidak ada kecuali pada saat diajak berburu oleh Sang
Baginda Raja. Mereka terus berada di dalam kandang yang begitu kokoh dan kuat.
Mereka merasa terpingit, tidak bebas seperti anjing-anjing lainnya. Sang anjing
pejantan pun mengeluh kepada istrinya :
“Istriku,
memang... kita terjamin makan dan minum, tapi kebebasan kita tergadai. Lagi
pula kalau kita punya kesempatan ke luar, anjing-anjing yang lain sepertinya
iri dan mereka jadi memusuhi kita. Jika kita berjumpa dengan manusia ada saja
yang memukul kita, melempari kita dengan apa saja bahkan yang tidak senang
dengan anjing pun sampai tega membunuhnya!” kata anjing pejantan kepada istrinya
seraya menjulur-julurkan lidahnya yang panjang itu, alu kembali melanjutkan
kata-katanya:
“Puqen
Istriku, bagaimana kalau kita kembali memohon kepada Tuhan agar kita dijadikan
manusia dan menjadi raja. Bukankah Sang Baginda Raja sudah tua dan sudah
terlalu lama memerintah? Oleh karena itu, sebaiknya marilah bersama-sama kita
memohon kepada Tuhan agar kita menjadi manusia. Setelah itu kita dirikan
kerajaan baru di tempat lain, yang lebih besar dan lebih megah dari kerajaan
ini.”
Sebagaimana biasa istrinyapun turut saja
dengan apa yang menjadi keinginan suaminya. Mereka pun kembali berdoa memohon
kepada Tuhan agar diri mereka dijadikan manusia. Tuhan pun masih tetap
mengabulkan doa dan permohonannya itu. Mereka pun kini telah berubah menjadi
sepasang suami istri.
Di suatu tempat mereka mulai berupaya
mewujudkan cita-citanya mejadi raja besar menguasai seluruh Bumi Lombok. Mereka
membangun sebuah istana nan megah. Banyak orang menjadi pengikutnya. Keberadaan
kerajaan baru itu sampai juga ke telinga Baginda Raja sebelumnya yang mendengar
desas-desus bahwa kerajaan itu akan menyerangnya.
Baginda Raja kemudian memerintahkan untuk
menyerang lebih dulu sebbelum diserang oleh bala tentara Papug Mame. Akibat serangan yang mendadak itu, kerajaan Papuq Mame menjadi kacau balau,
pasukannya kacau-balau, tercerai-bberai melarikan diri. Untunglah Papuq Mame tidak sampai terbunuh. Ia dan
istrinya bersembunyi di hutan menyelamatkan diri.
Papuq
Mame menjadi
sakit hati karena kekalahannya itu. Istrinya menyarankan sebaiknya mereka
menyamar sebagai orang biasa dan mengabdi kepada kerajaan yang lama. Akan
tetapi sang suammi tak menyetujui usul itu. Ia malah mendesak istrinya agar
kembali berdoa dan memohon kembali kepada Tuhan agar diri mereka dijadikan
Tuhan, mereka pun berdoa :
“Ya,
Tuhan..., jadikanlah kami sepasang Tuhan!” Akan tetapi begitu kata Tuhan selesai
diucapkan, seketika Papuq Mame dan
istrinya berubah kembali ke asalnya semula yaitu menjadi sepasang lelampak (sandal yang terbuat dari kulit
kerbau).
Permintaan mereka untuk menjadi Tuhan memang
sangat keterlaluan sekali. Akibatnya mereka jadi kualat dan merugi bagi dirinya
sendiri.
Demikianlah dongeng dari Nusa Tenggara Barat
(Lombok) yang memberi pelajaran kepada kita bahwa orang yang tamak akan
mendapatkan balasan setimpal akibat ketamakkan dan keserakahannya. Suatu keberhasilan
hendaknya diperoleh melalui kerja keras, bukan dengan berkhayal.
S U M B E R :
Yudhistira,
Kumpulan Cerita
Rakyat Nusantara
Penerbit “DELIMA”
Solo 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar