Blog Sita : Sastra Nusantara
Minggu, 29 Mei 2016 - 20:15 WIB
Catatan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Punden Berundak, bangunan tempat sembah puja
Minggu, 29 Mei 2016 - 20:15 WIB
“KETIKA KHARISMA HIDUP MULAI MEREDUP”
Karya
: Ki Slamet 42
Seiring
berkurangnya usia, dan raga mulailah menua
Maka
terasa segala daya semakin hilang lenyap sirna
Atma
tiada lagi bisa berpikir sempurna, banyak lupa
Peran
hidup pengisi romantika alam maya jagad loka
Pun,
semakin tiada bermakna dianggap tak berguna
Kharisma
hidup mulai meredup tiada lagi bercahaya
Yang
bisa pancarkan keinginan berkobar dalam jiwa
Sebab
tiada ada lagi tempat untuk pamerkan muka
Dianggap
sampah yang membuat buruknya suasana
Dalam
komunitas unggah-ungguh kedumehan dunia
Ketika kharisma hidup meredup, lemah tanpa daya
Atma
cuma bisa terbang ngawang langlang kembara
Raga
berbaring rasakan gering dalam rasa putus asa
Mata
tak lagi bisa melihat nyata semua terasa gulita
Maka,
terbanglah jiwa senja menuju garis batas usia
Di
dalam heningnya jiwa, kembara di alam tak nyata
Ada
rasa getaran halus nan lembut geliatkan sukma
Hingga
sadarkan hati jiwa agar bisa ikhlas menerima
Tentang
warna-warna dan garis kehidupan manusia
Yang
sudah pasti akan berakhir di garis batas
usia
Maka,
cuma tinggal nama terpampang di bumi loka
Adakah
sisakan karya-karya yang dapatlah berguna
Bagi
kebaikan komunitas masyarakat di sekitarnya?
Ataukah
pergi pulang dan hilang lenyap begitu saja
Tak
ada yang bisa dikenang kecuali linang air mata?
Bumi
Pangarakan, Bogor
Minggu, 24
April 2016 – 06:10 WIB
“GATOTKACA
PERLAYA”
Karya : Ki Slamet 42
Ketika Karna, Raja Awangga, menatap ke angkasa
Nampaklah olehnya
berjejer segumpal mega-mega
Dia yakin jika Gatotkaca pastilah sembunyi di sana
Maka Karna teriak sekerasnya tantang Gatotkaca:
“Wuah,
Gatotkaca, Jangan sembunyi di balik mega!
Turunlah, jangan sampai panah saktiku yang bicara”
Demikianlah sesorah Karna mengancam Gatotkaca
Agar keluar dari balik mega tempat sembunyiannya
Demi dengar sesorah Karna yang rendahkan dirinya
Tergugahlah jiwa kesatriya Gatotkaca, Bima putera
Maka dalam sekejap mata, Ia menjelma jadi raksasa
Laksana rupa Sang Dewa Rudra si pencabut nyawa
Gatotkaca keluar dari balik segumpalan mega-mega
Turun ke medan laga, mengaum keras seperti singa
Yang suara aumannya,
getarkan bumi langit akaca
Berdegup jantung,
bergidik pula bulu roma Karna
Karna, Raja
Awangga pun tak mau kalah prabawa
Cepat tarik busur dan panah saktinya, “Brahmana”
Melesat panah sakti itu ke arah tubuh Gatotkaca
Akan tetapi tak mampu lukai tubuh Hidimbi putera
Tubuh Gatotkaca oleng, ia besarkan lagi tubuhnya
Perlihatkan candrasanya yang kobarkan api dahana
Amarahnya menyala-nyala hingga gemuruh suaranya
Gatotkaca ingin pelintir leher Raja Awangga Karna
Raja Karna makin rasa sulit, dan penasaran hatinya
Bermacam panah telah ia tembakkan ke Gatotkaca
Akan tetapi tak ada satupun yang dapat melukainya
Apalagi membunuhnya dan ia mulai kecutlah hatinya
Lihat Ghatotkaca ngamuk tak bisa dikendalikannya
Maka, Karna pun
keluarkan senjata pamungkasnya
Tombak sakti “Konta” namanya seraya, dia berkata:
“Terimalah ini wahai Gatotkaca putera Bima Sena!”
Melesatlah tombak sakti “Konta” dari tangan Karna
Mengarah ke arah dada Gatotkaca putra Bima Sena
Hingga tepat menembus dada sang Hidimbi putera
Meski demikian Ghatotkaca masih belum tewas juga
Gatotkaca, kesatriya linuwih ini, pingsan sesaat saja
Setelah siuman, ia mencari lagi Raja Awangga Karna
Ghatotkaca punya tanggung jawab dengan tugasnya
Tugas untuk bertempur melawan Raja Angga Karna
Sementara Karna, lihat Ghatotkaca semakin murka
Kendati dalam keadaan luka parah tapi tandangnya
Masihlah mengerikan buat Karna ketakutan jadinya
Maka lompatlah
Raja Angga dari kereta perangnya
Ghatotkaca merasa sudah mendekati batas ajalnya
Namun ia masih bisa melihat bagaimana Raja Karna
Berupaya larikan diri lompat dari kereta perangnya
Maka dengan cepat Gatotkaca jatuhkan tubuhnya
Tubuhnya yang besar menimpa kereta perang Karna
Hingga luluh lantak, dan sais kereta tewas seketika
Sedang Raja Angga Karna larikan diri entah kemana
Sungguh suatu sikap pengecut lari dari medan laga
Demi melihat Ghatotkaca telah gugur di medan laga
Sang Raja Kuru,
bersama seluruh pasukan Kurawa
Sungguh teramatlah senang bukan kepalang hatinya
Sementara, di pihak Pandawa dirudung lara nestapa
Bumi
Pangarakan, Bogor
Minggu, 17
April 2016 – 19:36 WIB
DI SAAT MALAM LAMPU REDAM PADAM
Karya
: Ki Slamet 42
Ketika lampu listrik itu padam di perut malam
Cuaca
nan gelap gulita rasa semakin mencekam
Sang
Dewi malam pun berwajah pias dan muram
Bercadar
selimut nan tebal gumpal awan hitam
Tiada
ada lagi cahaya kuning hiasi akaca malam
Semuanya
menjadilah semakin menghitam kelam
Gemericik
air sungai yang mengalir arung jeram
Sentuh
bebatuan nyanyikan irama kidung alam
Sementara
di hulu ujung bukit berbatu kelabu
Terdengarlah
suara jeritan menciap-ciap sendu
Dibarengi
mengalirnya anyir darah yang berbau
Yang
kuat menyengat rasa mual pun menggebu
Meronalah
ekspresi tiada sumringah di wajahku
Cerminan
dukalara geramnya jiwa pada perilaku
Yang
lenyapsirnakan rasa welas asih dalam kalbu
Melayang di awang
bayang nyata semakin semu
Sementara
kelelawar hitam keluar dari sarang
Terbang
melayang-layang sebat, liar dan garang
Laron-laron
kecil pun seperti mabuk kepayang
Sebab
tiadalah sinar lampu tempat bertandang
Suara
serangga orong-orong di pohon singkong
Nyanyian
bangkong dan suara srigala melolong
Adalah
tembang kidung kloro-loro bolo katong
yang
tak pernah sepi kosong selalu merongrong
Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 17 April 2016 – 10:35 WIB
“TEWASNYA DURSASANA”
Karya : Ki Slamet 42
Sang
Dursasana melompat dengan waspada
Genggamlah panah besar sakti bernama
bhalla
Panah sakti bhalla
melesat cepat ke angkasa
Pancarkan kobaran api mengarah tubuh
Bima
Hingga Bima putera Bayu pun jatuh
terkesima
Tapi Bima cepat sadar dengan keadaan
dirinya
Dia pun segera bangkit berdiri dengan
perkasa
Kobaran api bhalla
tiada bisa bakar tubuhnya
Dengan tandang sebat balas serang
Dursasana
Terjadilah perang tanding di antara keduanya
Keduanya nampaklah garang, saling
menyerang
Saling bersiasat, bahkan gunakan cara curang
Bima kembali serang Dursasana dengan
garang
Tiada orang bisa menghalang Bima bertandang
Hingga bumi jadi terasa bergoyang
berguncang
Kepada Dursasana, Bima bersesorah gancang
Suaranya keras laksana suara guntur
di awang
Buat Dursasana jantungnya berdetak
kencang
Timbul rasa kecut, takut pikirannya melayang
Namun ia berupaya
agar hatinya tetap tenang
“Wuakh... kau
Dursasana, manusia licik curang
Yang pintarnya
cumalah mengganggu istri orang
Beraninya kau
melawanku tetapi, terus terang
Aku senang bisa
cepat buat nyawamu melayang
Dan, minum
darahmu dengan perasaan senang”
Bima cepat melompat dari gajah yang
ditunggang
Hampiri Dursasana yang telah waspada memang
Dengan gerak Bima yang dengan ganas
menyerang
Maka, Dursasana cepat hindari serangan garang
Bima yang tak alang kepalang dengan
balik serang
Dursasana pun melempar tombaknya ke
arah Bima
Seraya berkata dengan kata ejekan
yang menghina:
“Ha, ha, ha, ha
... kau kah itu Bima, si Werkudara
Bukankah kau
ini budakku yang telah minggat lama
Dulu hampir
saja aku jamah itu istrimu yang jalang”
Bima menangkap tombak yang dilempar
Dursasana
Lalu dipatahkannya tombak itu hingga
menjadi dua
Melihat itu Dursasana berlari ngacir
kecut hatinya
Bima tangkap Dursasana dengan jambak
rambutnya
Dijambak Bima, Dursasana sama sekali
tak berdaya
Dursasana cuma bisa pukul kiri, pukul
kanan saja
Menendang dengan kakinya tanpa bisa
kenai Bima
Seketika itu Bima injak muka dan
badan Dursasana
Sehingga tubuhnya memar,
bengkak-bengkak semua
Dursasana membalas, tapi Bima terus
menginjaknya
Ketika itu Sangkuni dan Suyudana
majulah ke muka
Dengan sengit mereka menyerang
menggempur Bima
Tetapi Bima, dapatlah dengan mudah mengatasinya
Bahkan Bima
menghadapinya sambil tertawa-tawa
Sementara Arjuna, Nakula, Sadewa
membantu Bima
Tanpa hiraukan keadaan sekelilingnya
Bima berkata:
“Wahai semua,
khususnya dewa yang jelma di dunia!
Lihatlah aku,
Bima yang akan segera penuhi janjinya
Di tengah-tengah
medan pertempuran ini, bahwa
Aku akan
menghirup, meminum darah Dursasana!”
“Dan, ini hari terakhir Drupadi menggerai rambutnya
Rasakan akibat perbuatan jahatmu, wahai Dursasana
yang tidak sopan telah membuat malu Dewi Drupadi
Percuma kau berupaya lepas
dengan meronta-ronta
Meski kau berupaya bangkit lagi
kau tak akan bisa!
Setelah berkata demikian, Bima
meringkus Dursasana
Cengkeram perutnya lalu dengan kuku
pancanakanya
Robek perut dada Dursasana hingga
robek menganga
Lalu Bima pun menghirup meminum
darah Dursasana
Yang
muncratlah dari luka robek di
perut dan dada
Maka Dursasana tewas regang nyawa di
tangan Bima
Ketika minum darah Dursasana, Bima tarik ususnya
Hingga terburai ke luar dari dalam
perut Dursasana
Perilaku Bima lampiasan dendam kepada Dursasana
Yang telah membuat malu Dewi Drupadi
begitu tega
Kp. Pangaran, Bogor
Sabtu, 16 April 2016 – 13:10 WIB
“TERJERAT KUAT TEMALI SELINGKUH”
Karya
: Ki Slamet 42
Inilah cerita unik
yang menarik dijadikan tematik
Buat kajian dan renungan kita yang
suka tertarik
Jerat
geliat kuat rasa libido yang menggebu intrik
BerKukuh
selingkuh padahal di rumah lebih cantik
Bahkan
baik syah meski kita tarik lepas tanpa
jarik
Terjadi
selingkuhan pada dua pasang pasutri
klasik
Khoirul
Anwar-Komariah dan pasutri nan gemerisik
Sugianto
- Jamilah Dawiyah yang saling silang
tarik
Khoirul
tuntut Sugianto hamili istrinya yang cantik
Padahal
keduanya teman akrab yang saling berbaik
Tuntutan
Khoirul Anwar pada Sugianto cukup unik
Mengingat
Sugianto teman akrab yang dikenal baik
Ia
menuntut Sugianto agar istrinya yang pula cantik
Ditukar
dibarter saja kepada dirinya tanpa berisik
Sebab
memang kepada Jamilah Khoirul pun tertarik
Kasus
perselingkuhan pasutri yang unik dan menarik
Diungkap
Pengadilan Negeri Pamekasan disaat terik
Kamis,
21 Oktober 2010 dengan hakim ketua energik
Hendra
Yusar dan jaksa penuntut umum Nurhalifah
Sugianto
didakwa larikan istri orang lain, Komariyah
Referensi
:
KOMPAS.com – Jumat, 22 Oktober 2010.
Bummi Pangarakan, Bogor
Minggu, 10 April 2016 – 08:11 WIB
KURANG TIDUR HIGIENITAS TERBENTUR
Karya
: Ki Slamet 42
Hari
ini tidur beta teramatlah kurang puas
Beta pun
rasakan kantuk dan
badan lemas
Tiada
kreativitas jadilah malas beraktivitas
Ingin
sekali belonjor lagi di atas kasur kapas
Namun
tugas butuhkan waktu selesai lekas
Brigham
& Women’s Hospital di Boston lepas
Melaporkan
hasil penelitiannya dengan jelas
Bahwa semakinlah
lama orang beraktivitas
Di
malam hari maka semakin melambat malas
Enerji
kerja melemah turunlah produktivitas
Bahkan
Dr Jeanne F. Duffy ujar lebih tuntas
Ptoduktivitas
kerja semakin melambat deras
Karena kelelahan dan tak bisa berpikir keras
Tak
cuma itu jam tidur tiada teratur ngepas
Menimbulkan
bermacamlah masalah higienitas
Dan, siklus tidur yang tidak teratur pangkas
Higienitas
diri yang semakin bergegas meluas
Cengkeram
kuat taring caling keras dan buas
Curah
darah diabetes hingga mengucur deras
Yang
jika tak dicegah bisa hilang nyawa tewas
Maka, jaga pola
makan dan tidur yang ngepas
Hiduplah
teratur mengacu religi dan higienitas
Berdoa
selalu kepada Tuhan dengan hati ikhlas
Sebab
cuma Dia Sang Pengatur segala aktivitas
Hidup
insan di alam bebas pun di alam berbalas
Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 09 April 2016 – 20:00 WIB
“SITUS BATU DI GUNUNG LAWU”
Karya : Ki Slamet 42
Gunung Lawu sedari dulu
hingga kini dipercaya
Bahkan diyakini oleh banyaklah masyarakat Jawa
Miliki
magi-magi bisa lindungi peradapan manusia
Banyaklah didapati di sekitar gunung Lawu sana
Banyaklah didapati di sekitar gunung Lawu sana
Baik fosil manusia purba pun fosil khewan purba
Di Gunung Lawu di lembah, lereng, di puncaknya
Ada banyak batu bangunan suci tempat puji-puja
Peninggalan megalithikum zaman batu-batu mega
Situs “Watu Kandang”-lah salah satu di antaranya
Yang Letak lokasinya di sekitar persawahan area
Watu Kandang itu batu susun berdiri bentuknya
Ada yang bentuk lingkaran kotak segi ampat pula
Serupai kandang maka
“Watu Kandang” namanya
Banyak terhampar di daerah persawahan di Desa
Ngasinan,
Mantesih, Karanganyar, Tengah Jawa
Catatan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Jawa Tengah sebagaimana tertera di papan warta
Batu yang ada di lokasi tersebut orentasinya pada
Bukit Bangun, bukit Malang, Gunung Lawu saja
Puncak gunung merupakan dunia arwah manusia
Di Situs Watu Kandang pun ada bangunan purba
Di Situs Watu Kandang pun ada bangunan purba
Seperti Menhir,
batu tegak besar tuk tempat puja
Kepada para arwah roh-roh nenek moyang mereka
Yang sungguh amatlah diyakini dan dipercaya pula
Selalu jaga dan lindungi mereka dari segala bahaya
Ada pula Dolmen, batu yang berbentuk bagai meja
Ada pula Dolmen, batu yang berbentuk bagai meja
Letaknya persis di tengah batu-batu susun meroda
Yang diperkira untuk tempat letakkan sesajen puja
Kepada para arwah
dan roh nenek moyang mereka
Yang telah lepaskan dari ancaman roh jahat murka
Pun ada juga Lumpang Batu, yang besar bentuknya
Pun ada juga Lumpang Batu, yang besar bentuknya
Melebar cekung dan mendalam di bagian tengahnya
Sebagai tempat menumbuk padi setelah panen tiba
Dengan penuh rasa senang, suka dan riang gembira
Padi ditumbuk penuh notasi melodi indah berirama
Ada Watu Dakon yang terdapat lubang di tengahnya
Ada Watu Dakon yang terdapat lubang di tengahnya
Lubang seperti
dakon mainan anak-anak khas Jawa
Merupakan lambanglah kesuburan dari kaum wanita
Di Watu Dakon
itu ada tapak batu tapak kaki Bima
Tokoh Pandawa Lima bertubuh besar gagah perkasa
Punden Berundak, bangunan tempat sembah puja
Kepada arwah-arwah
leluhur nenek moyang mereka
Biasanya berundak tiga
yang makin kecil ke atasnya
Pada punden ini ada menhir di muka undak pertama
Yang di bawahnya ada sesajen nenek moyang mereka
Pangarakan,
Bogor
Sabtu, 09 April
2016 – 09:45 WIB
“MENCURAH AQIDAH DAN SYARI’AH”
Karya
: Ki Slamet 42
Aqidah
itu kepercayaan pertama kali dalam religi
Yang
dituntut dan harus diturut oleh setiap insani
Untuk
diyakini dengan secara imani mau pun akali
Tiada
bisa dibaur campur dengan atma pikir sendiri
Yang
berbalut tali temali duga sangka panjang sekali
Aqidahlah
yang diseru awal kali oleh para
nabi-nabi
Kepada
seluruh insani yang hidup di
bumi pertiwi
Sebab mereka adalah orang-orang suci utusan Ilahi
Yang
kata bicara dan ucapannya bisalah
dipercayai
Jadi
acuan arah dalam arungi hidup di alam duniawi
Syari’ah
adalah aturan undang-undang aplikasi religi
Tertib
kelola ritual vertikal horisontal yang dilakoni
Dalam
setiap praktik ibadah kewajiban ritual
agami
Utama
bagi ummat penganut religi Islam di dunia ini
Agar
tiada sesat kembara di alam kehidupan khayali
Islam
tidak cuma atur manusia audensi dengan Ilahi
Tetapi
juga dengan antar manusia alam dan khewani
Yang
berpijakan di ataslah aqidah dan syari’at Islami
Mengajak
kita beradaptasi, berintegrasi, berinteraksi
Dengan
aspek segi realiti hidup demi perbaiki jati diri
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan melakoni
Amalan shaleh, jadilah dia sebagai penghuni Syurgawi
Pun tinggallah dia di dalamnya dengan kekal
dan abadi
Di dalam syurga Firdaus dan mereka tak mau
terganti”
Demikian
Allah berfirman dalam Al-Quran kitab suci.”
(
Al Kahfi : 107 – 108 )
Kampung
Pangarakan, Bogor
Minggu,
03 April 2016 – 16:20 WIB
“SESAL KEMUDIAN TIADA BERGUNA”
Karya
: Ki Slamet 42
Beta
seorang pengangguran yang kesulitan cari kerjaan
Luntang-lantung
di jalan kesana kemari tiadalah tujuan
Sudahlah
berulang kali beta mengajukan surat lamaran
Namun
pula dapat penolakan alasannya tiada lowongan
Menyesallah sekarang
hidup beta tak punya pegangan
Sementara
di rumah anak istri beta perlu perlindungan
Perlu
pendidikan perlu sekolah juga makan dan pakaian
Beta
rasakan sesalan hati yang semakin berkepanjangan
Andai
beta dengar nasehat orang tua dengan kebijakan
Tiada beginilah jadinya hidup beta dirudung
penyesalan
Kenapa
beta bisa terjerat kuat temali bermalas-malasan
Sekolah
putus di tengah jalan tiada punya keterampilan
Hidup
beta jadilah susah resah gelisah penuh penyesalan
Pikiran
melayang bimbang rasa hidup tiada punya
tujuan
Meski
begitu beta terus merenung geliatkan atma pikiran
Sadari
sesal tiada guna beta berdoa berserah pada Tuhan
Kp.
Pangarakan, Bogor
Minggu,
03 April 2016 – 07:40 WIB
“MAKAM NABI IBRAHIM”
Karya
: Ki Slamet 42
jika
kita belum pernah baca atau dengar
referensinya
Maka
pasti ada duga wasangka dalam atma pikir kita
Makam
Ibrahim adalah Nabi Ibrahim tempat kuburnya
Sebagaimana
sebahagiaan banyak orang telah menduga
Padahal
bukanlah itu arti dan makna yang sebenarnya
Makam
Nabi Ibrahim adalah bangunan kecil yang
ada
Tujuh
kilo meter dari dinding Ka’bah letak posisinya
Yang di dalamnya
terdapat sebuah batu dari syurga
Di
atas batu itulah Nabi Ibrahim berdiri sendirian saja
Membangun
Ka’bah tempat shalat kepada Allah ta’ala
Menurut
Ibnu Umar dalam hadits Rasulullah bersabda:
“Hajar Aswad, Maqam
Ibrahim adalah batu dari Sorga
Yang kemilau cahayanya, jika Tuhan tak hapus
sinarnya
Batu itu kan pancar sinar dari timur ke barat
niscaya.”
Demikian
riwayat Ibnu Umar yang tentu bisa dipercaya
Ketika
Ibrahim seru manusia untuk ibadah haji ke sana
Dia
berdiri di atas batu itu hingga bekas tapak kakinya
Sampai
sekarang masih nampak membekas jelas di
sana
Satu
bukti sejarah Nabi Ibrahim sebarkan ajaran agama
Yang
harus dilakukan manusia kepada Tuhan Pencipta
Ketika
Umar bin Khathab punya kesempatan bertanya
Kepada
Rasulullah SAW Muhammad Nabi akhir masa
Bisakah
Makam Ibrahim dijadikan tempat ibadah agama
Untuk
puji-puja sembah kepada Tuhan Yang Maha
esa
Rasulullah
menjawabnya, “Jika Allah memerintahkannya!”
Maka
bersamaan dengan waktu terbenamnya sang Surya
Nabi
Muhammad menerima wahyu dari Tuhan
Pencipta
Perintah agar Makam Ibrahim jadi tempat puji dan puja
Sejak
itu maka, disunnahkan bagi umat
muslim semua
Setelah
tawaf shalat dua raka’at di Makam Ibrahim sana
Sabtu,
02 April 2016 – 00:05 WIB
Slamet Priyadi di Pangarakan, Bogor
Slamet Priyadi di Pangarakan, Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar