Blog Sita : Sastra Nusantara
Minggu, 05 Juni 2016 - 02:13 wib
Minggu, 05 Juni 2016 - 02:13 wib
Ki Slamet 42 |
“A J A J U M A W A “
Karya
: Ki Slamet 42
Jika
Tuhan berjumawa, itu pantas adanya
Karena
Dia Maha Pencipta segala yang ada
Maha Penguasa
di seluruh alam semesta
Penentu awal dan akhir kehidupan
fana
Hanyalah Dia, Dia, Dia, Allah yang baqa
Dialah
yang memiliki Al Asmaa ul Husnaa
Ar
Rahmaan, yang maha pengasih cuma Dia
Ar
Rahiim, yang maha penyayang cuma Dia
Al
Malik, yang maha memerintah cuma Dia
Al
Qudduus, yang maha suci hanyalah Dia
As
Salaam, yang maha sejahtera hanya Dia
Al
Mu’min, yang beri keamanan hanya Dia
Al
Muhaimin, yang maha menjaga hanya Dia
Al
Aziis, yang maha gagah itu hanyalah Dia
Al
Jabbaar, yang maha perkasa hanyalah Dia
Al
Mutakabbir, atasi kebenaran hanya Dia
Al
Khaaliq, yang maha menjadikan hanya Dia
Al
Baariu, yang maha mengadakan hanya Dia
Al
Mushawwir, pemberi bentuk hanyalah Dia
Al
Ghaffaar, yang maha pengampun cuma Dia
Al
Qahhaar, yang maha memaksa hanyalah Dia
Al
Wahhaab, yang banyak memberi cuma Dia
Ar
Razzaaq, yang memberi rizqi hanyalah Dia
Al
Fattah, yang memutuskan hukum cuma Dia
Al
‘Allim, yang maha mengetehaui hanyalah Dia
Al
Qaabidh, yang menyempitkan hanyalah Dia
Al
Baasith, yang maha melapangkan hanya Dia
Al
Khaafidh, yang merendahkan hanyalah Dia
Ar
Raafi’, yang maha meninggalkan hanya Dia
Al
Mu’izzu, yang menjadikan mulia hanya Dia
Al
Mudzillu, yang menjadikan hina hanya Dia
As
Samii’, yang maha mendengar hanyalah Dia
Al
Bashiir, yang maha melihat
hanyalah Dia
Al
Hakam, yang laksanakan hukum cuma Dia
Al
‘Adlu, yang maha adil
itu hanyalah Dia
Al
Latiif, yang lemah
lembut hanyalah Dia
Al
Khabiir, yang maha waspada hanyalah Dia
Al
Haliim, yang maha penyantun hanya Dia
Al
‘Adhiim, yang maha agung
hanyalah Dia
Al
Ghafuur, yang maha pengampun cuma Dia
As
Syakuur, yang berterimakasih cuma Dia
Al ‘Aliy,
yang maha tinggi
hanyalah Dia
Al
Hafizh, yang maha memelihara hanyalah Dia
Al
Muqiit, yang maha mengawal hanyalah Dia
Al
Hasiib, yang maha menghitung hanyalah Dia
Al Jaliil,
yang maha agung
hanyalah Dia
Al
Kariim, yang maha pemurah hanyalah Dia
Ar
Raqiib, yang maha mengawasi hanyalah Dia
Al
Mujiib, yang maha mengabulkan hanyalah Dia
Al Waasi’,
yang maha luas
itu hanyalah Dia
Al
Hakiim, yang maha bijaksana hanyalah
Dia
Al
Waduud, yang maha penyayang hanyalah Dia
Al Majiid,
yang maha mulia
hanyalah Dia
Al
Baa’its, yang membangkitkan hanyalah Dia
As
Syahiid, yang maha menyaksikan hanya Dia
Al Haq,
yang maha benar
hanyalah Dia
Al
Wakiil, yang maha mengurus hanyalah Dia
Al Qawii,
yang maha kuat
hanyalah Dia
Al Matiin, yang maha ulet kuat hanyalah Dia
Al
Waliiy, yang maha memimpin hanyalah Dia
Al Hamiid,
yang patut dipuji hanyalah
Dia
Al
Muhshil, yang hinggakan hitungan cuma Dia
Al Mubdi’,
yang maha memulai
hanyalah Dia
Al Mu’iid,
yang mengulangkan hanyalah
Dia
Al
Muhyil, yang menghidupkan hanyalah
Dia
Al Mumiit,
yang mematikan hanyalah
Dia
Al
Hayyu, yang maha
hidup hanyalah Dia
Al
Qayyuum, yang berdiri sendiri hanyalah Dia
Al
Maajid, yang maha menemukan hanyalah Dia
Al Waahid,
yang maha esa
hanyalah Dia
Al
Maajid, yang punya kemuliaan hanyalah Dia
Al Ahad,
yang maha tunggal
hanyalah Dia
As Shamad,
tempat meminta hanyalah
Dia
Al Qaadir,
yang maha kuasa
hanyalah Dia
Al
Muqtadir, yang maha menguasai hanya Dia
Al
Muqaddim, yang maha mendahului hanya Dia
Al Aakhir,
yang akhir hanyalah
Dia
Al
Muakhir, yang maha mengakhiri hanyalah Dia
Al Awal,
yang maha awal
hanyalah Dia
Ad Dhaahir,
yang maha jelas
hanyalah Dia
Al Waalii,
yang maha memimpin hanyalah Dia
Al
Muta’aalii, yang maha mengatasi hanyalah Dia
Al Barr,
yang maha berbuat baik hanyalah Dia
At
Tawwaab, yang menerima taubat hanyalah Dia
Al
Muntaqim, yang maha menuntut bela hanya Dia
Al Afwu,
yang maha pemaaf
hanyalah Dia
Ar Rauuf,
yang penuh rasa
kasihan hanya Dia
Maalikul
mulk, yang merajai kerajaan hanyalah Dia
Dzul jalaali
wal ikraam, yang
maha berpunya
Kebesaran
dan kemurahan hanyalah
Dia
Al Muqsitsh,
yang maha adil
hanyala Dia
Al
Jaami’, yang maha mengumpulkan hanyalah Dia
Al Ghanii,
yang maha kaya
hanyalah Dia
Al
Mughnii, yang maha memperkayakan hanya Dia
Al
Maani’, yang memberi
manfaat hanyalah Dia
Ad
Dhaarru, yang memberi kemelaratan hanya Dia
An
Naafi’, yang memberi manfaat hanyalah Dia
An Nuur,
yang memberi cahaya
hanyalah Dia
Al
Haadii, yang memberi petunjuk hanyalah
Dia
Al
Badil, yang menjadikan
baru hanyalah Dia
Al Baaqii,
yang maha kekal
hanyalah Dia
Al Waarits, yang
maha mewarisi hanyalah Dia
Ar Rasyiid,
yang maha sadar
hanyalah Dia
As
Shabuur, yang penuh kesabaran hanya Dia
Jadi,
jangan, jangan, jangan, jangan,
janganlah !
Kita bersikap
jumawa karena harta berlimpah
Kita
bersikap jumawa karena kehidupan mewah
Kita
bersikap jumawa karena intelektualitas wah
Kita
bersikap jumawa karena jabatan jadi kapran
Kita
bersikap jumawa selalu pandang orang rendah
Referensi :
Jamaluddin
Kafie 1981, “Iman Islam dan Ihsan”
Al
Ikhlas – Surabaya - Indonesia
Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 29 Mei 2016 – 11:47 WIB
Senja di stasiun Jogyakarta |
“SENJA DI STASIUN JOGYAKARTA”
Karya
: Ki Slamet 42
Kenangan
itu masih saja terasa menggangguku
Menggeliat
kuat meronta-ronta di setiap waktu
Mengusik
sukma hingga aku teringatlah selalu
Saat
kita untuk pertama kali berjumpa bertemu
Saling
berucap kata bahwa kita saling merindu
Saat
senja di stasiun Jogya tiga dasa warsa lalu
Kita
menyusuri jalan Malioboro bergamit tangan
Sementara
senja temaram pun merayap perlahan
Ba’
sadari pada dua sejoli yang sedang kasmaran
Laksana
kembang dan kumbang di dalam taman
Saling bercurah ungkapkan rasa-rasa kemesraan
Setelah
sekian lama tak pernah jumpa bertatapan
Ketika
jelang senja temaram di stasiun Yogjakarta
Pun
akhirnya kita berpisah matamu berkaca-kaca
Tetes
air mata itu hiasi pipimu nan merah merona
Dan kita saling ucap kata berpisah terbata-bata
Lidah
kelu rasa membelenggu gelora dalam dada
Yang
terus bergemuruh bagai suara kereta senja
Saat
kereta senja mulai bergerak menuju Jakarta
Kita
saling berlambaian tangan, rupamu nan jelita
Hilang,
lenyap, raib sirnalah dari pandangan mata
Tapi,
kenangan bercinta terus berdetak berirama
Seiring
bunyi berputarnya roda-roda kereta senja
Yang
terus mengalun iringi tembang asmaradhana
Dan,
hingga kini kenangan itu tak jua mau hilang
Terus
terngiang-ngiang selalu membayang-bayang
Terbang
melayang di awang-awang tanpa lawang
Bagai
atma dan rasaku yang terus menggelinyang
Tiada
pernah henti ungkap inspisasi yang datang
Gelitiki
isi jiwa yang terbelenggu dan terkekang
Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 28 Mei 2016 – 21:18 WIB
Bukit Parigi |
“MEMBUANG SEPI DI BUKIT PARIGI”
Karya
: Ki Slamet 42
Ketika
cahaya mentari selimuti bukit Parigi
Maka
aku buanglah segala perasaan sepi ini
Yang
lama menjerat kuat membelenggu hati
Di
hamparan ilalang yang bergoyang gemulai
Ditiup
geliat hembus semilir sepoi angin pagi
Meski
tanpa alas kaki tetap melangkah pasti
Susuri
marga setapak yang di kanan dan kiri
Banyak
ditumbuhi belukar dan pohon tinggi
Pancarkanlah
keindahan alam di bukit Parigi
Mengilangkan
rasa sepi carut-marutnya hati
Ketika
tubuhku rasa lelah telapak kaki nyeri
Sementara
rasa silau kemilau cahaya mentari
Terpa
wajahku yang kian nampak pucat pasi
Aku
hentikan langkah duduk di pinggir tepi
Di
atas gundukan tanah yang bersemak turi
Mataku
menatap ke belukar akar pohon turi
Tampak
ular besar menjalar sebesar paha kaki
Raga
tiada bergerak berdoa mohon pada Ilahi
Sebentar
saja ular menatapku nanar lalu pergi
Seperti
ingatkan aku waktu telah tengah hari
Aku
ucap rasa syukur pada Tuhan Ilahi Rabi
Lalu
pergi berwudhu di solokan kecil bersuci
Sholat
zuhur bersajadah rumput hijau berseri
Dan
akupun rasakan ketenangan tiada terperi
Sirnalah
sepi berganti senandung religi nan asri
Saat
hendak beranjak pergi kakiku terasa nyeri
Aku
terjatuh dari amben tempat berbaring diri
Mataku
terbelalak rupanya aku telah bermimpi
Setelah
rasa lelah sedari pagi hingga petang hari
Hadiri
Raker rapat kerja tugas tupoksi profesi
Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 22 Mei 2016 – 10:42 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar