Blog Sita : Sastra Nusantara
Minggu, 05 Juni 2016 - 01:18 WIB
Minggu, 05 Juni 2016 - 01:18 WIB
“KISAH DA’WAH ABU HURAIRAH”
Karya
: Ki Slamet 42
Ketika
panas sinar mentari selimuti kota Madinah
Sungguh
itu tiada surutkan langkah Abu Hurairah
Mendatangi
satu pasar yang orang ramai melimpah
Dengan
segala kesibukan dagang yang riuh meriah
Hingga
tiadalah sadar, matahari telah sepenggalah
Waktu
datangnya shalat dzuhur menghadap Allah
Lihat
banyak orang-orang di pasar lupakan ibadah
Abu
Hurairahpun nampaklah berang sedikit marah
Berdiri
di tengah-tengah pedagang pasar, sesorah :
“Berdosalah, hai kalian orang-orang Islam
Madinah!”
jawab mereka: “Dosa apa yang kami
buat,Hurairah?”
Meski
sedikit marah, Abu Hurairah berkata ramah :
“Tahukah kalian bahwa harta Peninggalan
Rasulullah
Telah dibagi-bagi sementara kalian masih
sibuk di sini
Apa kalian tak ingin ambil jatah itu,
cepatlah pergi?”
Para
pedagang pasar itu senang, mereka tanya lagi :
“Dimana tempat bagi-bagi peninggalan
itu,Hurairah?”
“Tentu saja, ya di masjidlah !” Jawab Abu Hurairah”
Orang-orang
pasar itu pergilah ke masjid Madinah,
Sementara
Abu Hurairah menanti mereka kembali
Tak
berapa lama kemudian mereka pun datang lagi
Kecewa
mendalam, mereka protes Abu Hurairah :
“Kau dusta, Kau telah dustai kami, Abu
Hurairah,
Tak ada pembagian apa-apa di masjid
Rasulullah!”
Nampak
mereka kecewa sekali pada Abu Hurairah
Menanggapi
mereka, berkatalah agak keras sesorah:
“Apa kalian tak melihat orang-orang di masjid
sana?”
“Kami tidak lihat orang bagi-bagi harta
peninggalan,
Kecuali orang-orang yang sedang melakukan
shalat
Orangorang yang sedang mengaji, membaca
al-Qur’an
Dan sedang serius berdikusi di dalam masjid
sana!”
Demi
mendengar jawaban para pedagang pasar itu,
Abu
Hurairah pun mencelat sebat keraslah berseru:
“Berdosa dan celakalah kalian jika tak ikut
menyatu
Dengan orang-orang yang ada di dalam masjid
itu,
Sebab itulah peninggalan Rasulullah
sesungguhnya!”
Bumi Pangaran, Bogor
Minggu, 15 Mei 2016 – 09:57 WIB
“AWANG-AWANG TANPA LAWANG”
Karya
: Ki Slamet 42
Saat
tubuh rapuh tak bisa bergerak lumpuh
Berbaring
di amben panjang berkasur lusuh
Sendiri
rasakan sepi semua seperti menjauh
Segala
daya yang dulu bisa kianlah merapuh
Pecah
kemepyar buyar dan sukarlah disauh
Ketika
rasa kantuk mengetuk kelopak mata
Kedua
mata pun terpejam hilang segala rasa
Tidur
mendengkur berselimut duka nestapa
Semua
tak bisa dirasa meski dalam kata-kata
Dan
ada air mata menetes di pipi tak terasa
Dalam
tidur mendengkur mimpi pun datang
Bagai
terbang di awang-awang tanpa lawang
Tiadalah
ada yang ada segalanya sirna hilang
Hanya
ada gumpalan angan di awang-awang
Berarak
berkejaran ngayang melayang-layang
Di
balik angan ada sinar putih berpesan religi
Berwanti
nasehati agar selalu ingat Ilahi Rabi
Melakukan
Shalat wajib lima kali dalam sehari
Menunaikanlah
zakat dan juga saling berbagi
Puasa
di bulan Ramadhan jika mampu berhaji
Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 14 Mei 2016 09:23 WIB
“MENJELAJAH KATA UNGKAP CERITA”
Karya
: Ki Slamet 42
Tepat
pukul tiga di Rabu sore saat hendak sidik jari
Setelah
tugas dampingi acara Pelepasan
Siswa-siswi
Dadakan
instrumen tak berfungsi karena listrik mati
Terpaksa
pulang dengan sistem manual tulis sendiri
Di
jadwal hadir pulang yang disediakan KTU Sunardi
Badan lelah pulang numpang mobil pak Diding
Suardi
Ketua
Panitia yang kinerjanya tiadalah diragukan lagi
Bersikap
ramah bertanggung jawab bicara bobot berisi
Yang
mengacu pada ajaran religi Islami dari Ilahi Rabbi
Tepat
di depan UKI aku turun sambil ucap terimakasi
Berjalan
di atas trotoar jalan yang terasa bising sekali
Lewati
lorong terowong UKI dan pedagang lima kaki
Yang
banyak berjejeran berupaya keras mencari
rizki
Demi
menafkahi menghidupi keluarga anak dan istri
Yang
sudah tentu di rumah mereka sedang menanti
Aku
terus berjalan tuju lokasi mobil ompreng Ciawi
Duduk
dekat pintu tengah mobil sudah penuh berisi
Setelah
calo dan sopir car omperengan
bertransaksi
Berangkatlah
mobil menuju kota Bogor lalu ke Ciawi
Di
tengah jalan tol daerah Sentul macet membayangi
Setiba
di perempatan Ciawi, aku turun berjalan kaki
Kepala
sedikit pening melihat kendaraan ramai sekali
Lalu
kunaiki mobil Elf omprengan jurusan Sukabumi
Yang
melesat cepat, merat zik-zak ke kanan
ke kiri
Depan
SPN Lido aku turun, sang ojek telah menanti
Sementara
geliat hujan lebat belum jua mau berhenti
Ojek
Tedi yang aku tumpangi begitu kencang berlari
Tuju
rumah kecil mungil, tempat keluarga
berkreasi
Arungi
bahtera rumah tangga, berkayuh Religi Islami
Yang
mesti jadi energi motivasi kelola keluargaku ini
Setiba
di depan rumah lima ribu rupiah ojek aku beri
Ketika ketiga cucu-cucuku cium tangan menyalami
Ada
rasa haru bahagianya hati sungguh tiada terperi
Ketiga
cucuku yang lucu-lucu dan sukalah menyanyi
Masing-masing
aku gendong lalu keningnya aku ciumi
Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 14 Mei 2016 06:09 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar