Sita Blog : "SASTRA NUSANTARA"
Minggu, 22 Juli 2018 - 07:23 WIB
Minggu, 22 Juli 2018 - 07:23 WIB
I.Agustiro Surayuda :
“Relevansi Nagarakertagama
Untuk Indonesia abad XXI”
Terjemahan : Damaika Saktiani, dkk
Dalam buku why History, Marjorie
Reeves mengutip ucapan Collingwood :
“What is history for?... My answer is that history is ‘for’ human selfknowledge.
Is is generally thought to be of importance to man that he should know himself,
where knowing himself means knowing not only his mere personal peculrialities,
the things that distinguish him from other men, bus his nature as man. Knowing
yourself means knowing, first, what it is to be a man; secondly, knowing what
is to be the kind of man you are; knowing what it is to be the man you are and
nobody else is. Knowing your self means knowing what you can do; and since
nobody knows what he can do until he tries, the only clue to what man can do is
what man has done. The value history, then, is that it teaches us what man has
done and thus what man is.”
Nilai sejarah yang utama ialah ia mengajarkan pada kita apa yang telah
manusia lakukan dan kemudian apa sesungguhnya manusia itu. Pengetahuan yang
sejati tentang hakikat manusia dalam panggung sejarah itulah yang menjadikan
manusia dari masa ke masa, dari waktu ke waktu dapat berperan lebih baik
panggung sejarah. Pemahaman tentang hakikat manusia yang berjalan melintasi
sejarah bersama sang waktu itulah yang dapat menjadikan pedoman, pilar, dan
cermin bagi suatu bangsa yang selalu mempelajari jalan kehidupan sejarahnya
dengan baik. Sejarah dengan demikian mempunyai peran penting agar manusia dapat
menciptakan sejarah yang semakin baik dan semakin sempurna. Perjalanan sejarah
bukanlah hanya kisah para pemimpin, para raja, para kaisar, para pembesar, para
perwira, para jendral, para
seniman, dan ilmuwan besar. Sesungguhnya sejarah yang sejati adalah kisah
manusia dan kemanusiaan itu sendiri. Nagarakertagama
menunjukkan yang mengenalkan para raja, para pemimpin, kerajaan, wilayah
kehidupan bukanlah para raja dan pemimpin itu melainkan Sang Pengarang
Prapanca. Andaikata kita tidak mewarisi Nagarakertagama
mahakarya Sang Kawi Prapanca mungkin sejarah Majapahit dan Singasari masih
diselimuti kabut gelap yang tidak kita pahami dan tidak kita mengerti.
Jika kita tidak hati-hati, maka orang, masyarakat, bangsa dan dunia
terperangkap dalam ungkapan, “kita
belajar dari sejarah bahwa kita tidak belajar apa-apa dari sejarah.” Artinya kita masuk dalam kesalahan dan
tragedi yang sama, kita tidak belajar dari keledai yang tidak pernah jatuh pada
lubang yang sama; karena kita masuk jatuh dalam lubang yang sama, kita
mengulangi kesalahan histris masuk pada kesalahan, kekhilafan, kecerobohan, dan
kehancuran yang sama yang telah pernah terjadi pada masa lalu. Oleh karena itu,
sebuah petikan buku Nisastra bab 70
dari zaman Majapahit akhir berbunyi demikian :
“Yen kowe dosa marang ato kewan bakal nemu paukuman sapuluh sapuluh tahun lawase, mangkono unining
piwulang.
Yen dosa marang sapadha-padhamu manungsa, bakal disiksa satus tahun lawase
ana ing naraka.
Dene yen kowe dosa marang guru, siksamu bakal tanpa wates, langgeng ing
salawase.”
Artinya :
Bila kita berdosa pada hewan sepuluh tahun hukumannya, pada sesama manusia
hukumannya seratus tahun, pada pangeran atau bangsawan seribu tahun, kalau
bersalah pada guru kita menjadi tersiksa untuk selama-lamanya.
Itu merupakan gambaran betapa
pentingnya peran seorang guru bagi manusia, masyarakat dan bangsa. Sejarah
sebagai guru telah mengajarkan sesuatu kepada kita yang menjadikan kita
seharusnya menjadi manusia yang lebih bijaksana. Oleh karena itu Nitisastra nomor 70 dari akhir Majapahit itu pun tetap relevan bagi kita. Kalau
kita bersalah atau berdosa kepada sang guru sang sejarah, maka kita akan
tersiksa selama-lamanya. Kita akan mengulang kesalahan dan penderitaan yang
sama itulah artinya kita tersiksa tanpa batas, kekal selama-lamanya.
Apa yang tertulis di
dalam Negarakertagama seharusnya dapat menjadi cermin kaca benggala
untuk langkah-langkah kita di masa sekarang dan di masa depan. Kita seharusnya
meyakini bangsa Indonesia adalah bangsa besar, berada, terberkati dan bisa
menjadi matahari dan matahari bagi seluruh bangsa-bangsa di dunia. Kepulauan
Nusantara selalu disertai matahari sepanjang hari, ungkapan bahasa Nusantara
penuh dengan kata hati yang menunjuk pada hati, jiwa, sukma, atma, rohani kita.
Kita belajar untuk tidak masuk dalam luka sejarah yang tersirat dalam Nagarakertagama dan kita seharusnya
menuliskan sejarah IndonesiaIndonesia sejarah Nusantara dengan tinta emas untuk
kesejahteraan bangsa Indonesia dan seluruh bangsa di jagad ini.
Catatan penting bagi
kita tentang kebesaran Majapahit yang terbit dari Mataram Pertama dan Sriwijaya
seharusnya dapat menjadikan inspirasi bagi bangsa Indonesia untuk dapat
dipertahankan kejayaan dan meningkatkan kemasyhuran dari waktu ke waktu. Bangsa
Indonesia jangan mau diperbodoh, diperbudak, diremehkan, dilecehkan, dikecilkan
oleh bangsa-bangsa lain. Kenyataannya dalam keadaan yang ada pada saat ini baik
keunggulan dan kelemahannya bangsa Indonesia memiliki sejarah perjuangan dan
kisah yang sangat panjang. Tidak ada suatu bangsa yang dapat mencatat
sejarahnya secara rinci kalaulah bangsa itu bukan merupakan bangsa yang besar,
bangsa yang cerdas, dan berbudaya tinggi. Bangsa Indonesia harus bangkit
menjadi kekuatan penentu dengan berperan secara ariif, bijaksana, dan
bermartabat dalam pergaulan global dan pergaulan internasional. Kita bisa
belajar dari gaung Asia Afrika yang dikobarkan oleh bangsa Indonesia, India,
Pakistan, Sri Langka, dan Mesir. Sejarah gemilang itu telah memerdekakan
berbagai bangsa di Asia dan di Afrika. Bangsa Indonesia dengan ketangguhan dan
kekuatannya seharusnya dapat menjadi mercusuar bagi bangsa-bangsa di luar
Indonesia. Bangsa Indonesia sebisa mungkin menciptakan jalan baru bagi
kemakmuran dan kesejahteraan berbagai bangsa yang masih dilanda kebodohan,
kemiskinan, dan keterbelakangan. Paradigma baru seperti ditunjukkan ditunjukkan
Sriwijaya, Mataram Kuno-Majapahit harus menjadi pemicu bangsa Indonesia untuk
dapat menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan di tanah air tercinta; yang pada
gilirannya nanti dapat dialirkan, diarahkan, disebarkan, dan disumbangkan kepada
berbagai negara lain yang memerlukan. Terhadap luka-luka sejarah dan catatan
kelam yang menghiasi perjalanan sejarah Sriwijaya, Mataram Kuno dan Majapahit
harus dapat dijadikan pelajaran agar bangsa Indonesia sebagai bangsa Nusantara
yang berjaya dan eksis selama ribuan tahun dapat mencatat dan menciptakan
sejarah baru bagi Indonesia pada masa kini dan pada masa depan. Luka-luka
sejarah yang ditinggalkann oleh Sriwijaya, Mataram Kuno – Majapahit seharusnya dapat kita sembuhkan dengan
merekatkan kepercayaan dan saling memahami di antara bangsa Indonesia yang
mendiami Kepulauan Nusantara. Persatuan Indonesia dengan demikian merupakan
prasyarat penting untuk keberlangsungan kehidupan di Kepulauan Nusantara.
Persatuan ini ditujukan untuk menciptakan Negara Kesatuan untuk seluruh rakyat
Indonesia, apa pun agamanya, apa pun sukunya, apa pun bahasanya, apa pun
budayanya, apa pun tingkat kehidupannya. Tujuan Negara Kesatuan itu adalah
masyarakat dan rakyat yang adil, makmur, damai dan sejahtera. Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan ini pastilah akan menjadi bangsa yang lebih besar
dari Sriwijaya, Mataram Kuno, Majapahit. Sejarah telah, sedang dan akan
mencatat peran penting Indonesia yang dapat melanjutkan kejayaan-kejayaan
kerajaan Nusantara dan mengobati serta menyembuhkan luka-luka sejarah yang
terjadi. Di masa kini dan di masa depan Indonesia akan menjadi tonggak sejarah
yang menjadi cermin dari masa ke masa dan bagi anak cucu cicit kita pada masa
700 tahun mendatang, jika Tuhan menghendaki.
Sebuah pupuh dalam Nagarakertagama mengungkapkan betapa
besarnya wilayah negeri-negeri tetangga Majapahit pada waktu itu yang
memperlihatkan betapa erat persahabatan internasional yang telah dijalin
Majapahit.
Itulah sebabnya
berbondong-bondong orang dari tanah seberang datang dalam jumlah yang tak
terhitung; dari India, Kamboja, Tiongkok, Annam, Champa dan Karnataka, Gaur dan
Siam. Negeri-negeri yang besar dan jauh telah berhubungan dengan Kerajaan
Majapahit. Pastilah hubungan itu adalah hubungan persahabatan yang saling
menguntungkan kedua belah pihak. Ada baiknya bangsa Indonesia mewujudkan
wawasan Nusantara yang diwariskan oleh Sriwijaya, Mataram Kuno, dan Majapahit
dan yang kemudian dalam masa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini telah
dipikirkan, dirumuskan, diperjuangkan dan diungkapkan dalam Deklarasi Djuanda
pada tanggal 13 Desember 1957.
Perjalanan dan
keberlangsungan sebuah negara yang besar seperti Sriwijaya, Mataram Kuno,
Majapahit dalam bahasa Ki Ageng
Suryamentaram adalah demikian :
Punapa sampun dados
wateging nagari anggenipun lalampahanipun namung gek mumbul gek gambruk? Yen
punika wau wateg, rak mboten kenging dipun ewahi. Dene terangipun mboten.
Nagari punika
lalawanipun para warga nagara. Yen nagari punika maneraken para warga nagara,
nagari punika makmur utawi
gilang-gemilang wonten ing raosipun para warga nagara kawontenan kados makaten
punika murugaken mboten wonten
berantakan.
Yen kamareman para
warganagara punika tetep, gilang-gumilangaing nagari ugi tetep. Kosok
wangsulipun yen nagara punika mboten berantakan. Dados berantakan punika thukul
saking raos mboten marem.
Hal ini mengungkapkan bahwa antara negara dan warga
negara atau rakyat saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Kebahagiaan
rakyat dan warga negara akan membawa gilang gemilangnya suatu negara dan akan
membawa kelestarian dan teguh kokohnya suatu negara. Kebahagiaan, kepuasan, dan
kesejahteraan rakyat dan warga negara menjadi syarat utama untuk
keberlangsungan suatu negara. Berikutnya diungkapkan syarat untuk kebahagiaan
rakyat dan kekokohan negara adalah satunya tujuan antara rakyat dan negara.
Dados syarat ingkang
kangge tetepipun gilang-gumilangipun nagari punika wonten kalih perangan,
inggih punika kemaremaning gesang punika kadadosan saling mangertos dhateng
tujuaning gesang dan kemareman dhateng nagari punika mangertos dhateng
tujuaning nagari. Dados teteping gilang-gunilangipun nagari punika gumantung
saking mangertosipun warga nagara dhateng tujuan kalih prakawis punika.
Hal ini dapat diterapkan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara kita
juga. Negara indonesia yang memahami dan menyejahterakan rakyatnya akan dapat
berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang. Rumusan Ki Ageng
Suryamentaram ini telah terbukti pada zaman dahulu dalam perjalanan sejarah
panjang bangsa Nusantara. Rumusan Ki Ageng Suryamentaram ini juga masih berlaku
di masa kini dalam situasi konkrit masa kini. Rumusan kejayaan Mataram
Majapahit yang dirumuskan Ki Ageng Suryamentaram tersebut dapat diterapkan
dalam kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
I Agustirto Surayuda
20 Garung 1299
Kamis, 19 Juli 2018 – 18:05 WIB
Posted by Ki Slamet 42 Bogor
P u s a t a k a
:
Mpu Prapanca,
“Kakawin
Nagaraketagama”
Teks dan
terjemahan:
Damaika
Saktiani, dkk
Penerbit:
NARASI Yogyakarta
2018
"Nagarakertagama memberikan kesaksian pemerintahan seorang raja pada keempat belas di Indonesia , di mana ide-ide modern keadilan sosial, kebebasan beragama, keamanan pribadi, dan kesejahteraan sosial rakyat sangan dijunjung tinggi,"
BalasHapus